Sidang Guru Viral di Konawe Selatan
Supriyani Menangis Saat Doa Bersama di Kendari, Ungkap Kesedihan Dipaksa Mengakui Pukul Anak Polisi
Guru honorer Supriyani tampak sedih dan menagis saat doa bersama keluarga menjelang sidang putusan hakim di PN Andoolo Konawe Selatan, Senin
Penulis: La Ode Ahlun Wahid | Editor: Laode Ari
TRIBUNNEWSSULTRA.COM,KENDARI- Guru honorer Supriyani tampak sedih dan menangis saat doa bersama keluarga menjelang sidang putusan hakim di PN Andoolo Konawe Selatan, Senin (24/11/2024) besok.
Guru Supriyani bersama keluarga menggelar doa bersama di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Himpunan Andovoka Muda Indonesia (HAMI) Sulawesi Tenggara (Sultra).
Doa bersama digelar pada Minggu (24/11/2024), di Kantor LBH HAMI Sultra terletak di Jalan Bunga Matahari, Kelurahan Kemarya, Kecamtan Kendari Barat, Kota Kendari.
Sejumlah kerabat dekat hingga teman seprofesi guru Supriyani mengikuti rangkaian doa bersama tersebut.
Supriyani duduk didampingi oleh Pengacara Andri Darmawan hingga rangkaian acara tersebut.
Dalam kesempatan tersebut guru honorer Supriyani tak kuasa menahan tangisnya hingga beberapa kali terlihat menyeka air matanya.
Baca juga: Supriyani Tak Dendam pada Keluarga Aipda WH Meski Dituduh Pukuli Siswanya, Harap Bisa Rukun Kembali
Supriyani mengungkapkan kesedihanya hingga tak kuasa menahan tangisnya saat doa bersama tersebut.
Ia mengaku sedih karena mengingat tekanan yang dihadapi dari para pihak karena menuduh dirinya memukuli siswanya D, yang juga seorang anak polisi.
Kesedihannya juga karena Supriyani beberapa kali dipaksa untuk mengakui perbuatan menganiaya anak Aipda WH, anggota polsek Baito tersebut. Padahal ia tetap tidak mau karena tuduhan itu tidak benar.
"Saya merenungi tekanan demi tekanan yang saya hadapi selama proses persidangan ini dilakukan, diamana saya dipaksa untuk, mengakui malakukan kekerasan yang tidak saya lakukan, itu yang berat," ungkap Supriyani pada Minggu (24/11/2024)
Sementara itu, Andri Darmawan mengungkapkan pihaknya meyakini Supriyani akan divonis bebas dalam putusan pengadilan Senin 25 November besok.
"Kami berdoa meminta pertolongan Allah SW agar proses vonis berjalan lancar, yang jelas berdasarkan fakta-fakta dilapangan tidak adanya tindak kekerasan terhadap anak, sehingga kami yakin Supriyani divonis bebas," ungkap pengacara Supriyani Andri Darmawan.
Perjalanan Sidang Demi Sidang
Kasus guru Supriyani di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra), bakal memasuki tahap akhir persidangan.
Guru honorer Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Baito, Kabupaten Konsel, Provinsi Sultra, itu kini menanti vonis hakim.
Sosok guru berusia 36 tahun itu didakwa atas tuduhan aniaya murid kelas 1 SD atau melakukan kekerasan fisik anak.
Atas dakwaan itu, guru Supriyani pun menjalani sidang demi sidang kasusnya di Pengadilan Negeri atau PN Andoolo.
Diawali sidang perdana dengan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kamis, 24 Oktober 2024.
Hingga persidangan memasuki pembacaan pledoi (pembelaan) terdakwa dilanjutkan jawaban JPU, Kamis (14/11/2024).
Sekitar 9 kali, guru Supriyani mengikuti sidang demi sidang kasus yang mendudukkannya sebagai terdakwa.
Persidangan lainnya yakni pembacaan eksepsi, putusan sela hakim, pemeriksaan saksi-saksi.
Baik saksi yang dihadirkan JPU dari Kejaksaan Negeri atau Kejari Konsel, maupun saksi dari kuasa hukum terdakwa.
Tercatat, jaksa menghadirkan 5 saksi, tiga di antaranya saksi anak, salah satunya korban D, dan 2 rekan sekelasnya.
Dua saksi lainnya yakni orangtua murid yakni Aipda WH beserta istrinya FN.
Sementara, kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan cs, menghadirkan 6 saksi dalam persidangan.
Tiga dari pihak sekolah yakni kepala sekolah Sanaa Ali, wali kelas murid D di kelas IA, Lilis, dan guru kelas 4, Nur Aisyah.
Sebanyak 3 saksi ahli pun dihadirkan, dua di antaranya hadir dalam persidangan secara virtual.
Mereka mantan Kepala Badan Reserse Kriminal atau Kabareskrim Polri Susno Duadji dan ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel.
Saksi ahli lainnya yang hadir dalam persidangan yakni Dr dr Raja Al Fath Widya Iswara MH SpFM MHPE, sosok dokter forensik di Rumah Sakit atau RS Bhayangkara Kendari.
Tim kuasa hukum juga menghadirkan Kepala Desa Wonua Raya, Rokiman sebagai saksi.
Guru Supriyani sebagai terdakwa pun menyampaikan kesaksiannya di penghujung sidang pemeriksaan saksi-saksi itu.
Setelah proses panjang menghadapi kasusnya, sang guru pun menanti vonis dari majelis hakim.
Sidang pembacaan putusan (vonis) hakim terhadap guru Supriyani pada Senin, 25 November 2024.
Ketua Majelis Hakim Stevie Rosano sebelumnya menunda sidang hingga pembacaan putusan saat menutup sidang tanggapan JPU atas eksepsi terdakwa.
“Saya tunda sidang dengan agenda putusan tanggal 25 November 2024, hari Senin. Sidang ditunda dan ditutup,” kata Stevie saat menutup persidangan tersebut.
Selama sidang kasus guru Supriyani, Stevie didampingi dua hakim anggota dari PN Andoolo, Vivi Fatmawaty Ali, dan Sigit Jati Kusumo.
Tuntutan Jaksa
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang di PN Andoolo, Kabupaten Konsel, Provinsi Sultra, menuntut lepas guru Supriyani dengan pertimbangan sejumlah alasan.
“Sebelum kami sampai ke tuntutan pidana atas terdakwa perkenankanlah kami mengemukakan hal-hal yang menjadikan pertimbangan kami,” kata Ujang Sutisna, JPU dari Kejari Konawe Selatan.
“Dalam mengajukan tuntutan pidana yaitu hal yang memberatkan tidak ada,” jelas Kajari Konsel tersebut menambahkan.
JPU menilai luka yang dialami korban tidak pada organ vital dan tidak mengganggu korban.
Kemudian, perbuatan Supriyani terhadap korban dinilai bersifat mendidik.
Selain itu, JPU juga menganggap tindakan Supriyani dilakukan secara spontan.
“Adapun perbuatan Supriyani yang tidak mengakui perbuatannya, menurut pandangan kami karena ketakutan atas hukuman dan hilangnya kesempatan menjadi guru tetap,” ujar Ujang.
Kemudian, selama tujuh kali menjalani persidangan, Supriyani juga dinilai sopan dan kooperatif.
Supriyani memiliki dua anak kecil yang masih membutuhkan perhatian dan kasih sayang orang tua.
Guru honorer tersebut juga belum pernah dihukum.
Selain itu, Supriyani juga telah mengabdi sebagai guru honorer di SD 4 Baito sejak 2009.
“Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan penuntut umum, maka walaupun perbuatan pidana dapat dibuktikan, akan tetapi tidak dapat dibuktikan adanya sifat jahat mensrea,” kata jaksa.
“Oleh karena itu terdakwa Supriyani tidak dapat dikenakan pidana kepadanya. Oleh karena unsur pertanggung jawaban pidana tidak terbukti.”
“Maka dakwaan kedua dalam surat dakwaan penuntut umum tidak perlu dibuktikan,” jelas jaksa dalam tuntutannya.
Jaksa juga menyimpulkan, perbuatan terdakwa memukul bukan tidak pidana.
“Perbuatan terdakwa Supriyani memukul anak korban, namun bukan tindak pidana,” ujarnya.
Jaksa juga mengemukakan tidak ada hal -hal yang memberatkan terdakwa Supriyani.
“Hal memberatkan tidak ada, terdakwa bersikap sopan selama persidangan,” kata Jaksa.
Sehingga, JPU menuntut guru Supriyani lepas dari segala tuntutan hukum.
“Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Andoolo yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan,” jelas Jaksa.
“Satu, menyatakan menuntut terdakwa Supriyani lepas dari segala tuntutan hukum,” ujarnya menambahkan.
Kedua, jaksa meminta agar barang bukti dan alat bukti yang ada di dalam persidangan untuk dikembalikan kepada saksi.
“Menetapkan barang bukti berupa 1 pasang baju seragam SD dan baju lengan pendek batik dan celana panjang warna merah dikembalikan ke saksi (NF),” kata Jaksa.
“Kedua, sapu ijuk warna hijau dikembalikan ke saksi Sanaa Ali,” jelasnya menambahkan.
Sementara, Andri Darmawan dalam pledoinya, menyoroti tuntutan lepas jaksa, namun masih meyakini guru Supriyani memukul muridnya.
Sehingga pada pledoi yang dibacakan, Kamis (14/11/2024), Andri, berkeyakinan kliennya tidak bersalah atau tidak terbukti memukul muridnya, anak polisi.
“Tadi di pledoi ini kita sudah menggambarkan fakta-fakta dan analisis dengan alat-alat bukti semua serta yang berkesesuaian, sehingga kami dapat berkesimpulan akhir bahwa ibu Supriyani secara sah dan meyakinkan tidak terbukti seperti yang dituduhkan melakukan kekerasan terhadap anak,” kata Andri.
Ia juga menjelaskan, saksi-saksi yang dihadirkan dalam persidangan membuktikan terdakwa Supriyani tak pernah memukul muridnya.
“Keterangan-keterangan saksi yang disumpah tidak ada kejadian itu (pemukulan), sedangkan kedua saksi orangtuanya itu tidak mempunyai nilai pembuktian karena keterangannya adalah testimoni de audito,” jelasnya.
Dalam pledoinya, Andri Darmawan meminta beberapa poin kepada majelis hakim untuk mempertimbangkannya.
“Kami tim kuasa hukum memohon kepada majelis hakim yang mulia yang memeriksa mengadili dan memutuskan perkara ini,"
"Menerima pembelaan dari kuasa hukum terdakwa Supriyani dan menyatakan terhadap Supriyani tidak terbukti melakukan tindak pidana,” ujar Andri Darmawan saat membacakan pledoinya.
Namun, JPU dalam tanggapannya keberatan dengan beberapa poin isi nota pembelaan yang dibacakan kuasa hukum guru Supriyani.
Tanggapan JPU dibacakan oleh Bustanil Nadjamuddin Arifin.
Bustanil mengatakan tim penasehat hukum terdakwa Supriyani berbeda saat mencari fakta-fakta yang ditemukan di persidangan.
JPU juga menilai kuasa hukum terlalu subjektif dalam memberikan pembelaan terhadap terdakwa selama jalannya persidangan.
"Berdasarkan fakta persidangan yang telah terang benderang pada bagian mana yang masih belum paham, atau justru penasehat hukum pura-pura tidak paham dan cenderung mengabaikan fakta-fakta tersebut," ujarnya.
Menurut Bustanil, JPU telah memenuhi syarat dalam memberikan dakwaan dan tuntutan pidana kepada Supriyani.
Begitu pula dengan bukti-bukti yang ditunjukan JPU selama persidangan.
Sehingga dalam nota pembelaan yang dibacakan penasehat hukum dan menyebut JPU gagal dalam pembuktian perkara tidaklah benar.(*)
(TribunnewsSultra.com/La Ode Ahlun Wahid)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.