Pemilu 2024
Arti Petisi Ramai-ramai Disuarakan Kampus ke Presiden Jokowi: Unpad, UI, Unhas, UGM, UMY, UII, Unand
Arti petisi ramai-ramai disuarakan kampus ke Presiden Jokowi, dari Universitas Gadjah Mada (UGM) ke Universitas Padjajaran (Unpad).
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Aqsa
TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Arti petisi ramai-ramai disuarakan kampus ke Presiden Jokowi, terbaru Seruan Padjajaran dari akademisi Universitas Padjajaran (Unpad).
Petisi Bulak Sumur sebelumnya disuarakan akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) disusul petisi dari kampus Universitas Indonesia (UI).
Petisi juga disuarakan akademisi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) serta Universitas Islam Indonesia (UII).
Akademisi kampus di luar Pulau Jawa pun tak ketinggalan, mulai Universitas Hasanuddin (Unhas), Universitas Andalas (Unand), hingga Universitas Lambung Mangkurat (ULM).
Lantas apa itu petisi yang beberapa hari terakhir ini ramai disuarakan akademisi perguruan tinggi negeri (PTN) maupun perguruan tinggi swasta (PTS) di Tanah Air tersebut?
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), petisi adalah (surat) permohonan resmi kepada pemerintah.
Arti petisi juga bisa didefinisikan sebagai permintaan formal kepada suatu otoritas.
Baca juga: 10 Fakta Debat Capres Kelima Pilpres 2024, Perubahan Terbaru, Sosok Moderator, Panelis, Tema, Jadwal
Petisi digunakan untuk menyatakan dukungan atau penolakan terhadap tujuan, isu, atau tindakan tertentu.
Sementara melansir laman change.org, petisi juga merupakan salah satu cara masyarakat menyuarakan pendapatnya.
Petisi dapat digunakan untuk mengubah berbagai topik termasuk isu-isu sosial dan politik, perubahan kebijakan, dan masalah lainnya.
Sebelumnya, gelombang kritik dari akademisi kampus terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) kian meluas.
Para akademisi mengajukan petisi yang mengkritik langkah politik Jokowi menjelang Pemilu 2024.
Misalnya, Petisi Bulaksumur dari kalangan akademisi UGM hingga Petisi 100 yang disuarakan koalisi masyarakat sipil.
Presiden Jokowi pun menanggapi berbagai petisi dari sivitas akademika perguruan tinggi yang marak belakangan ini.
“Itu kan, hak dalam berdemokrasi yang harus kita hargai,” kata Kepala Negara pada Sabtu (03/02/2024).
Hal tersebut disampaikan saat melakukan kunjungan kerja di Dome Balerame, Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, sebelumnya juga merespons petisi dan pernyataan sikap dari akademisi.
Menurut Ari, kritik merupakan vitamin untuk melakukan perbaikan.
Sementara itu, gelombang petisi ke Presiden Jokowi jelang Pemilu 2024 kembali disampaikan akademisi sejumlah kampus.
Terbaru pada Sabtu, giliran akademisi Unpad dan (UMY) yang melontarkan kritik kepada Jokowi.
Simak daftar akademisi kampus yang belakangan ini mengajukan petisi dan kritiknya ke Presiden Jokowi:
1. Petisi Akademisi Unpad
Akademisi Universitas Padjajaran (Unpad) melalui petisi Seruan Padjajaran melontarkan kritik terhadap pemerintahan Presiden Jokowi setelah melihat dinamika politik yang terjadi menjelang Pemilu 2024.
Dalam petisinya, akademisi Unpad menilai Jokowi telah melakukan pelanggaran etika hingga pencederaan nilai-nilai demokrasi.
Ketua Senat Unpad, Ganjar Kurnia, menyerukan agar semua kalangan mendorong Jokowi untuk kembali melakukan tugas pemerintahannya saja ketimbang mendahulukan kepentingan pribadi dan kelompok.
“Peristiwa-peristiwa sosial, politik, ekonomi, dan hukum belakangan ini adalah sebuah rangkaian dari menurunnya kualitas demokrasi selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo,” kata Ganjar.
Ganjar menyebutkan beberapa hal yang menjadi tolok ukur menurunnya kualitas demokrasi di Tanah Air, seperti Indeks Persepsi Korupsi (IPK), pelemahan KPK, hingga nepotisme.
Ganjar juga mengatakan deretan peristiwa politik jelang Pemilu 2024 turut mengganggu lima cita-cita pendiri bangsa yaitu kemerdekaan, kebersatuan, kedaulatan, keadilan, dan kemakmuran.
Baca juga: Selain Pj Gubernur Sultra, 2 Bupati dan 2 Wali Kota Jadi Kepala Daerah Terkaya di Sulawesi Tenggara
2. Petisi Akademisi UMY
Akademisi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) turut menyerukan petisi bertajuk “Pesan Kebangsaan dan Imbauan Moral: Mengawal Demokrasi Indonesia yang Berkeadaban”.
Guru Besar UMY, Akif Khilamiyan, menyebut adanya kenaikan signifikan terkait pelanggaran konstitusi dan hilangnya etika bernegara dalam setahun belakang.
Hal tersebut disuarakan di depan Gedung AR Fachrudin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Bantul, pada Sabtu siang.
“Mulai dari KPK yang dikebiri, pejabat yang doyan korupsi, DPR yang tak berfungsi membela anak negeri dan sebagian hakim MK yang tidak punya etika dan harga diri,” katanya dikutip Kompas.com.
Dia berharap rakyat bergerak mengingatkan segenap penyelenggara negara agar mematuhi konstitusi dan merawat demokrasi Indonesia.
Selanjutnya, Akif menuntut para aparat hukum untuk bersikap netral dalam Pemilu 2024, serta mendesak partai politik menyetop praktik politik uang dan penyalahgunaan kekuasaan.
3. Petisi Akademisi UI
Akademisi Universitas Indonesia (UI) melalu pernyataan Ketua Dewan Guru Besar UI, Harkristuti Harkrisnowo, mengungkapkan tengah berperang demi pemulihan demokrasi di Tanah Air.
“Lima tahun terakhir, utamanya menjelang Pemilu 2024, kami kembali terpanggil untuk menabuh genderang, membangkitkan asa dan memulihkan demokrasi negeri yang terkoyak,” katanya.
Hal tersebut disampaikan di Kampus UI Depok, Jawa Barat, pada Jumat (2/2/2024).
Hakristuti mengungkapkan, saat ini Indonesia tengah kehilangan kendali sehingga menggerus etika dan keluhuran budaya.
“Negeri kami nampak kehilangan kemudi akibat kecurangan dalam perebutan kuasa, nihil ertika, menggerus keluhuran budaya serta kesejatian bangsa,”
Dia mengatakan para sivitas akademika UI prihatin atas hancurnya tatanan hukum dan demokrasi di Tanah Air, akibatnya keadilan di berbagai sektor menjadi terampas.

Harkristuti bahkan mengaku muak dengan tingkah para pejabat yang disebutnya telah mengingkari sumpah jabatan dengan menumpuk harta untuk kepentingan pribadi.
4. Petisi Guru Besar Unhas
Akademisi Universitas Hasanuddin (Unhas) mendeklarasikan Unhas Bergerak untuk Demokrasi di pelataran Rektorat, Jl Perintis Kemerdekaan, Kota Makassar, Jumat (2/2/2024).
Pembacaan petisi dilakukan Guru Besar Fakultas Teknik Prof Triyatni Martosenjoyo didampingi Ketua Dewan Kehormatan Universitas Prof Amran Razak, Ketua Divisi 3 Dewan Profesor Prof Arsunan Arsin.
Petisi pertama yakni senantiasa menjaga dan mempertahankan Pancasila dan UUD 1945 dalam pelaksanaan pemilu sebagai instrumen demokrasi.
Kedua mengingatkan Presiden Jokowi, dan semua pejabat negara, aparat hukum, dan aktor politik, untuk tetap berada pada koridor demokrasi serta mengedepankan nilai-nilai kerakyatan dan keadilan sosial serta rasa nyaman dalam berdemokrasi.
Ketiga, meminta KPU, Bawaslu serta DKPP selaku penyelenggara pemilu agar bekerja secara profesional dan bersungguh-sungguh sesuai peraturan yang berlaku.
Keempat, menyerukan kepada masyarakat dan elemen bangsa secara bersama-sama mewujudkan iklim demokrasi sehat dan bermartabat untuk memastikan pemilu berjalan secara jujur, adil, dan aman.
Agar hasil Pemilu 2024 dan Pilpres 2024 mendapat legitimasi kuat berbasis penghormatan suara rakyat.
5. Petisi Akademisi ULM
Sejumlah akademisi Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin menyampaikan petisi merespon situasi dan kondisi politik menjelang Pemilu 2024.
Pembacaan pernyataan diwakili Ketua Senat sekaligus Guru Besar dari Fakultas Hukum ULM, Prof Hadin Muhjad, di depan Gedung Rektorat ULM Banjarmasin, pad Jumat (2/2/2024).
Sivitas akademika mengingatkan dan mengajak semua pihak yang bertanggung jawab dalam Pemilu 2024 agar menjalankan proses demokrasi berdasarkan UU dan ketentuan hukum yang berlaku.
“Bangsa itu berdiri di atas negara hukum dan demokrasi, demokrasi itu mengandalkan kekuatan rakyat, rakyat itu berpegang pada negara hukum atau konstitusi,” katanya.
Baca juga: 10 Hasil Survei Capres 2024 Terbaru Jelang Debat Terakhir Pilpres, Persaingan Anies, Prabowo, Ganjar
“Pada saat konstitusi sedang proses dikoyak-koyak, maka kita harus menyikapi, jangan dibiarkan,” jelasnya menambahkan dilansir TribunKaltim dari BanjarmasinPost.
Hadin mengatakan, aspek etika merupakan bagian tak terpisahkan dalam kepribadian bangsa Indonesia.
Hal itu menurutnya, harus menjadi acuan penting dalam proses berdemokrasi.
6. Manifesto Akademisi Unand
Sejumlah pengajar, pegawai, hingga aktivis mahasiswa tergabung Aliansi Civitas Akademika Universitas Andalas (Unand) membacakan petisi di depan Convention Hall, Jumat (2/2/2024) siang.
Pengajar Fakultas Ilmu Budaya, Hary Efendi Iskandar, mengatakan, gerakan ini sebagai manifesto upaya penyelamatan bangsa, yang mana saat ini Indonesia dianggap sedang tidak baik-baik saja.
“Ini adalah respon spontan bahwa kami para guru, pendidik, mahasiswa betul-betul nyata merasakan kegelisahan, itu yang membuat sikap kampus menyatakan keprihatinannya,” katanya.
“Menyatakan sikap idealismenya, menyatakan sikap moralnya bahwa bangsa kita sedang dilanda krisis institusional, dalam proses transisi demokrasi yang hampir berjalan 30 tahunan,” jelasnya.
Dikutip dari TribunPadang.com, kondisi yang terjadi diibaratkan bola salju sejak satu dekade terakhir, hingga puncaknya sejumlah akademisi dan mahasiswa mencium ‘bau’ kelahiran oligarki baru.
Akademisi menilai di tengah-tengah gejolak saat ini upaya merusak demokrasi dan kekerasan budaya terlihat nyata dan bau busuk kelahiran oligarki baru melalui politik dinasti semakin kuat tercium.
Peristiwa yang paling disoroti di antaranya intervensi penguasa terhadap Mahkamah Konstitusi (MK), ketidaknetralan penyelanggara pemilu dan tidak independennya pejabat publik.
7. Petisi Bulaksumur Akademisi UGM
Melansir Kompas.com, sivitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Rabu (31/1/2024) membacakan Petisi Bulaksumur terkait situasi demokrasi Indonesia.
Petisi tersebut merupakan respons terkait sikap Jokowi yang dinilai mulai terang-terangan menunjukkan keberpihakannya kepada salah satu pasangan capres-cawapres.
Melalui petisi, sivitas akademika UGM menyesali tindakan-tindakan menyimpang yang terjadi di masa pemerintahan Jokowi.
Jokowi dinilai telah melakukan tindak penyimpangan dari moral demokrasi, seperti pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi (MK) dan keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam proses demokrasi perwakilan yang sedang berjalan.
Mereka juga menyinggung pernyataan Jokowi tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik serta netralitas dan keberpihakan presiden kepada salah satu paslon.
Guru Besar Fakultas Psikologi Prof Koentjoro mengatakan, seluruh penyimpangan itu tidak sejalan dengan prinsip demokrasi dan jati diri UGM yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila.
8. Petisi Akademisi UII
Setelah UGM, akademisi Universitas Islam Yogyakarta (UII) juga turut menyatakan sikap dan pernyataan yang disampaikan dalam "Indonesia Darurat Kenegarawanan" pada Kamis (1/2/2024).
Pernyataan sikap dibacakan oleh Rektor UII Prof Fathul Wahid dan dihadiri para guru besar, dosen, mahasiswa, dan para alumni.
Melalui pernyataan tersebut, Prof Fathul menyampaikan bahwa situasi politik di Indonesia kian menunjukkan nihilnya rasa malu terhadap praktik penyalagunaan kewenangan dan kekuasaan.
Dia menyebut, kekuasaan digunakan untuk kepentingan politik praktis sekelompok golongan dengan mengerahkan sumber daya negara.
Akibatnya, demokrasi Indonesia kian mengalami kemunduran. Pernyataan tersbeut juga menyinggung sikap Jokowi yang dinilai kehilangan sisi kenegarawannya.
“Kondisi ini kian diperburuk dengan gejala pudarnya sikap kenegarawanan dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo," ungkapnya, dilansir dari Kompas.com.(*)
(TribunnewsSultra.com/Desi Triana Aswan, Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.