Sosok Ini Diduga Membuat Ferdy Sambo Bersih Dari Kematian Brigadir J, Saksi Kompak Tutup Mulut
Kadiv Propam nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo dinilai sulit terjerat hukum atas kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.
TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo dinilai sulit terjerat hukum atas kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.
Bersihnya tangan Ferdy Sambo dalam kasus dugaan pembunuhan berencana ini diduga karena ulah sosok ini.
Sosok tersebut adalah Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Budhi Herdi Susianto yang diduga telah membersihkan Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan menghilangkan barang bukti.
Diketahui, Brigadir J tewas tertembak di rumah dinas Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo, di Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022.
Ternyata TKP tersebut telah dibersihkan setelah mayat Brigadir J dievakuasi.
Baca juga: Ekspresi Ferdy Sambo saat Minta Maaf soal Kasus Brigadir J, Pakar: Nyaris tanpa Ekpresi tapi Tegang
Bukan saja TKP yang dibersihkan, barang bukti berupa hand phone (HP) dan pakaian yang dikenakan Brigadir J juga menghilang.
TKP yang dibersihkan dan menghilangnya barang bukti menjadi sorotan banyak pihak.
Menguntungkan Ferdy Sambo?
Menjadi tanda tanya besar, apakah TKP yang telah dibersihkan menguntungkan Ferdy Sambo?
Kepala Pusat Kajian Keamanan Nasional Universitas Bhayangkara Hermawan Sulistyo secara lugas menyatakan bahwa penyidik Polri dinilai tidak cukup kuat untuk menjerat Ferdy Sambo dengan pasal pembunuhan dalam kasus kematian Brigadir J.
Diketahui, Polri telah menetapkan Bharada E sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.
Bharada E dijerat dengan Pasal 338 juncto Pasal 55 dan/atau 56 KUHP.
Dalam hal ini, ada pihak yang turut membantu bahkan memerintahkan Bharada E melakukan pembunuhan.
Jeratan pasal yang mengganjar Bharada E memunculkan spekulasi keterlibatan Ferdy Sambo.
Akan tetapi, Hermawan Sulistyo menegaskan bahwa alasan Polri tidak cukup kuat untuk menjerat pasal 338 KUHP tentang pembunuhan terhadap Irjen Ferdy Sambo.
Sebab, kata dia, tempat kejadian perkara atau TKP pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Ferdy Sambo diduga telah dibersihkan.
Hermawan menduga Kombes Budhi Herdi Susianto yang membersihkan TKP pembunuhan Brigadir J saat masih aktif menjabat Kapolres Metro Jakarta Selatan.
Lalu, kata dia, karena telah diberishkan itulah, membuat bukti-bukti fisik yang ada di TKP hilang dan hingga kini tidak diketahui keberadaannya.

"Bukti-bukti fisiknya itu pada enggak ada gitu, pada hilang karena TKP-nya dibersihkan," ucap Hermawan.
"Itu makanya Kapolresnya (Kombes Budhi Herdi) dicopot karena TKP kok dibersihkan, TKP kan enggak boleh dibersihkan."
Hermawan mengungkapkan salah satu barang bukti yang hilang adalah telepon seluler atau ponsel milik Brigadir J. Sementara ponsel yang disita penyidik disebut Hermawan masih baru semua.
"Kalau untuk pembuktian lebih dari itu, saya kira harus nunggu bukti, ini enggak ada HP (Brigadir J), HP yang disita, HP baru semua," tutur Hermawan.
Saksi Kompak Tutup Mulut
Selain bukti yang hilang, Hermawan mengatakan, saksi-saksi yang dimintai keterangan oleh penyidik juga melakukan GTM alias gerakan tutup mulut.
"Terus saksi-saksi kan enggak mau ngomong selama ini, saksinya GTM semua, gerakan tutup mulut,” kata Hermawan.
Hermawan mengaku tidak mengetahui alasan para saksi yang dimintai keterangan banyak yang memilih tutup mulut.
"Apakah karena ini pressure, intervensi, obstruction of Justice atau apa, kita belum tahu, karena belum dibuka semuanya," ujarnya.

Tak cukup sampai situ, Hermawan melanjutkan, dari segi prosedur penyidikan kasus pembunuhan ini, ada pelanggaran yang diduga dilakukan Divisi Propam.
"Dari segi prosedur olah TKP, Propam melakukan pelanggaran, pelanggarannya apa? Propam itu tidak boleh masuk ke TKP ikut olah TKP, itu hanya penyidik,” ucap Hermawan.
"Jadi kalau mau kesalahan pertama sebelum ada bukti bahwa Sambo terlibat atau tidak ya, ini yang pasti pelanggaran kode etik, kalau pelanggaran kode etik, karena ada banyak hal yang dilanggar.”
Hermawan menambahkan, dirinya memahami jika publik akhirnya menganggap kepolisian menutupi kasus Brigadir J. Padahal, sebetulnya tidak demikian.
“Karena memang bukti-bukti fisiknya itu enggak ada, enggak ditemukan. Apakah dihilangkan atau rusak atau benar itu masih dicari," kata Hermawan.
"Tanpa bukti itu argumen polisi akan sangat lemah, apakah masuk pasal 340 atau 338 ini kan jadi perdebatan." (*)
Sumber: KompasTV