Joe Biden Peringatkan Presiden Cina Ada 'Kerugian' Jika Beijing Bantu Rusia dalam Perang di Ukraina

Pada hari ke-23 perang Rusia Vs Ukraina, Jumat (18/3/2022), Presiden AS Joe Biden menghubungi Presiden China Xi Jinping guna membahas invasi tersebut.

Penulis: Nina Yuniar | Editor: Ifa Nabila
Kolase Tangkapan layar Reuters | Instagram.com/@xi.jinping_cn
Kiri: Presiden Amerika Serikat Joe Biden. Kanan: Presiden Cina Xi Jinping. Pada hari ke-23 perang Rusia Vs Ukraina, Jumat (18/3/2022), Presiden AS Joe Biden menghubungi Presiden China Xi Jinping guna membahas invasi tersebut. 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Pada hari ke-23 perang Rusia Vs Ukraina yakni Jumat (18/3/2022), Presiden Amerika Serikat Joe Biden menghubungi Presiden Cina Xi Jinping guna membahas invasi tersebut.

Dilansir TribunnewsSultra.com dari The Guardian, dalam pembicaraan tersebut Biden akan memperingatkan sang Presiden Cina bahwa ia akan menghadapi 'kerugian' jika Beijing membantu Rusia.

Yang mana apabila Cina menyelamatkan sesama sekutu otoriter Rusia dari sanksi intens Barat yang ditujukan untuk menghukum invasi Moskow ke Ukraina.

Panggilan telepon pertama kedua pemimpin sejak pertemuan video pada November lalu akan menjadi kesempatan untuk mengungkapkan perbedaan ketika AS mempelopori seruan tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Rusia.

Hingga menempatkan Cina dalam ikatan geopolitik.

Baca juga: Menhan Inggris Dapat Video Call Tipu-tipu Ngaku Perdana Menteri Ukraina, Tuduh Rusia Dalangnya

"Ini adalah kesempatan bagi Presiden Biden untuk menilai di mana posisi Presiden Xi,” kata Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki.

Pertemuan itu, pada Jumat (18/3/2022) pukul 1 siang GMT.

Yakni setelah Rusia dituduh oleh Inggris, AS, Prancis, Albania, Irlandia, dan Norwegia melakukan kejahatan perang.

Serta Paris mengklaim Presiden Rusia Vladimir Putin hanya berpura-pura tertarik untuk merundingkan kesepakatan damai.

Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss, mengatakan sekarang ada 'bukti yang sangat, sangat kuat' tentang kejahatan perang yang dilakukan oleh pasukan Rusia saat perang memasuki minggu keempat.

Baca juga: UPDATE Hari Ke-23 Invasi: Presiden AS dan Cina Bakal Berunding Bahas Perang Rusia Vs Ukraina

Sedangkan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken yang telah berulang kali memperingatkan bahwa Putin akan beralih ke penggunaan senjata kimia, mengatakan pemerintah AS sedang mengumpulkan bukti kejahatan perang dan dugaan mengabaikan harapan resolusi melalui diplomasi.

Di tengah tanda-tanda invasi Rusia yang 'goyah', Pentagon dikabarkan bahwa menilai Putin dapat menggunakan ancaman senjata nuklir sebagai sanksi dan kemunduran di lapangan.

“Rusia kemungkinan akan semakin bergantung pada penangkal nuklirnya untuk memberi sinyal kepada Barat dan memproyeksikan kekuatan kepada audiens internal dan eksternalnya,” kata Direktur Badan Intelijen Pertahanan, Letnan Jenderal Scott Berrier.

Sementara itu, Sekretaris Gedung Putih Jen Psaki mengatakan bahwa dalam pertemuan Biden dengan Xi, pertikaian perdagangan dan rantai pasokan internasional akan dibahas juga.

Baca juga: Aktris Senior Ukraina Tewas Terbunuh Diserang Rusia, Tempat Tinggal Dihantam Roket

Tetapi fokus besar diperkirakan adalah upaya barat untuk memaksa Rusia dari Ukraina, di mana invasi Putin itu telah berada di minggu keempat.

Panggilan Biden-Xi hari Jumat ini dilakukan menyusul pertemuan antara pejabat Kementerian Luar Negeri Cina dan Duta Besar Rusia untuk Cina.

Menurut Kemlu Cina, kedua pejabat itu bertemu untuk bertukar pandangan tentang kontra-terorisme bilateral dan kerja sama keamanan.

Di sisi lain, Biden telah berhasil menyusun aliansi barat yang ketat melawan Rusia, sambil memberikan dukungan militer kepada pasukan Ukraina.

Tetapi Beijing telah menolak untuk mengutuk Moskow.

Baca juga: Sempat Sebut Putin Penjahat Perang di Ukraina, Biden Kini Juluki Presiden Rusia Preman dan Pembunuh

Sehingga Washington khawatir bahwa Cina dapat beralih untuk memberikan dukungan finansial bahkan militer penuh ke Rusia.

Di mana dapat mengubah kebuntuan transatlantik yang sudah meluas menjadi perselisihan global.

Beijing tidak hanya berpotensi membantu Rusia mengatasi tekanan atau sanksi yang melumpuhkan bank dan mata uangnya.

Tetapi pemerintah Barat juga akan menghadapi keputusan apakah akan menjatuhkan sanksi terhadap Cina, yang kemungkinan akan memicu gejolak di pasar dunia.

Baca juga: Video Viral Vladimir Putin Umumkan Rusia Damai dengan Ukraina, Ternyata Deepfake

Gedung Putih bungkam tentang apakah Biden akan mengancam Cina dengan sanksi selama panggilan teleponnya.

"Biden akan menjelaskan bahwa Cina akan bertanggung jawab atas tindakan apa pun yang diperlukan untuk mendukung agresi Rusia dan kami tidak akan ragu untuk mengenakan biaya (kepada Beijing),” tegas Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.

Blinken pun berharap agar Cina akan menggunakan 'pengaruh apa pun yang mereka miliki untuk memaksa Moskow mengakhiri perang di Ukraina ini.

“Sebaliknya, tampaknya Cina bergerak ke arah yang berlawanan,” sebut Blinken, seraya menambahkan bahwa dia khawatir Cina mempertimbangkan untuk secara langsung membantu Rusia dengan peralatan militer.

Baca juga: Para Analis Ungkap Kedekatan Rusia dengan Cina hingga Peran Beijing dalam Invasi di Ukraina

Adapun panggilan Biden-Xi datang setelah Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan dan Kepala Diplomat Partai Komunis Cina Yang Jiechi mengadakan pertemuan 'tujuh jam substansial' di Roma, Italia pada Senin (14/3/2022) lalu.

Dengan latar belakang ketegangan yang sudah intens atas Taiwan dan perselisihan perdagangan, kemampuan Biden dan Xi untuk membahas Ukraina akan bergema secara luas.

Xi dan Putin secara simbolis menyegel kemitraan dekat mereka ketika mereka bertemu di Olimpiade Musim Dingin Februari di Beijing.

Baca juga: Update Hari Ke-22 Perang Rusia Vs Ukraina, Kremlin Hancurkan Sinyal TV dan Radio, Pengungsian Dibom

Tepat sebelum Putin melancarkan serangan gencarnya di Ukraina.

Sejak itu, Beijing menonjol dengan menolak bergabung dengan kecaman internasional atas invasi Rusia di Ukraina itu.

Seiring sikap Rusia dalam menyalahkan AS dan NATO atas ketegangan di Eropa.

(TribunnewsSultra.com/Nina Yuniar)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved