Berita Kendari
Hasil Penelitian Sunat Perempuan Belum Terbukti Bermanfaat bagi Kesehatan, Ini Dampaknya Kata Dokter
Forum Aktivis Perempuan Muda Indonesia melakukan diseminasi atau penyebaran informasi hasil penelitian aksi partisipatoris di dua lokasi di Indonesia.
Penulis: Amelda Devi Indriyani | Editor: Sitti Nurmalasari
TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Forum Aktivis Perempuan Muda (FAMM) Indonesia melakukan diseminasi atau penyebaran informasi hasil penelitian aksi partisipatoris di dua lokasi di Indonesia.
Koordinator Representatif Wilayah FAMM Indonesia, Hasmida Karim mengatakan penelitian partisipatoris aksi ini untuk menggali perspektif perempuan muda terkait sunat perempuan.
Penelitian ini dimulai pada Januari 2021 lalu, berfokus pada tindak Pemotongan dan Pelukaan Genital Perempuan (P2PG).
Kata dia, hal tersebut juga dikenal sebagai sunat pere yang dilakukan kepada perempuan di dua provinsi yakni Lampung dan Sulawesi Tenggara (Sultra).
Saat ini, FAMM Indonesia mendapat dukungan dari Voices Against Violence GBV Global Initiative:
Resisting Violence in The Name of Culture and Religion Particularly FGM/C untuk melakukan penelitian
aksi partisipatoris berperspektif gender sampai bulan Oktober 2021.
Baca juga: Cara GenBI Sulawesi Tenggara Maknai Hari Sumpah Pemuda 2021, Bantu Pemerintah Perangi Covid-19
Dengan melibatkan narasumber yang variatif di antaranya berusia dari 18 - 35 tahun, anak muda baik perempuan dan laki-laki, tenaga medis, tokoh agama, dan tokoh masyarakat.
"Dari temuan mayoritas banyak praktik yang dilakukan berdasarkan budaya," kata Hasmida saat membuka ruang diskusi bersama partisipan diseminasi hasil praktik P2GP, di Plaza Inn Kendari, Kamis (28/10/2021).
Ia mengatakan FAMM Indonesia ingin menggugah atau membentuk narasi terkait sunat perempuan bagi generasi berikutnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menyadartahukan generasi muda sebagai capaian tahap awal terkait praktik P2GP yang mungkin dekat sekali dengan lingkungannya.
"Tapi secara ilmiah mungkin dia tidak mengerti. Karena banyak di wilayah kita sunat perempuan masih terkait dengan acara adat," jelasnya.
Baca juga: Suami Jual Istri Untuk Beli HP, Baru Sebulan Menikah, Dipasarkan ke Hidung Belang Usia 55 Tahun
Di mana praktik sunat ini sering dilakukan pada anak usia 5 - 11 tahun.
Ia menjelaskan jika praktik sunat perempuan ini selalu dikaitkan pada persoalan hubungan seks, di mana perempuan akan bersifat lebih agresif jika tidak disunat.
Berdasarkan hasil responden, kata Hasmida, mereka yang mengaku disunat ketika ditanya, apakah setelah disunat mempengaruhi kenikmatan seksual. Jawaban para responden adalah tidak ada pengaruhnya.
"Karena memang tidak ada pengaruhnya, kami berkesimpulan itu adalah narasi yang kami coba kontur dengan mengatakan tidak ada pengaruhnya antara disunat atau tidak disunat ketika dia melakukan hubungan seksual, itu berdasarkan pengalaman responden kami," jelasnya.
Sehingga secara nasional, berdasarkan hasil penelitian tersebut jika sunat perempuan dikaitkan dengan ketergantungan seksual adalah mitos.
Baca juga: Live Streaming French Open 2021, Sedang Berlangsung Fajar Alfian/Muhammad Rian Disusul Ahsan/Hendra
"Dari penelitian ini kami juga mengedukasi jika hasrat seksual naik, dalam pandangan Islam maka berpuasalah dan itu akan mengontrol nafsu laki-laki maupun perempuan. Tidak ada kaitannya dengan sunat perempuan," tegasnya.
Sementara dari sisi kesehatan, ternyata sunat perempuan memiliki banyak dampak yang tidak baik.
Hal ini disampaikan oleh salah satu narasumber dari Ikatan Dokter Indonesia di Provinsi Sulawesi Tenggara, dr Muzdatul Khairiah.
Ia mengatakan dari beberapa metode sunat perempuan yang dilakukan, salah satunya mengikis atau memotong sebagian dari klitoris menggunakan silet.
Maka akan membentuk jaringan parut yang justru akan merusak jaringan asli di sekitar klitoris dan vagina.
Baca juga: Endus Dugaan Korupsi Anggaran Covid-19 di Konawe Utara, Konsorsium LSM Seruduk Kantor Kejari Konawe
"Jadi tadinya jaringan yang diciptakan Allah sudah sangat bagus, sempurna sesuai anatomi atau fungsinya jadi terbentuk jaringan yang rusak," ujarnya.
Selain itu, bahaya yang ditimbulkan atau efek yang dirasakan juga adalah dampak psikologi yaitu trauma psikis.
Sebab, dampak sunat perempuan ini dilakukan tanpa menggunakan obat bius sehingga akan langsung dirasakan nyeri.
"Bisa perdarahan, infeksi, kelainan bentuk vagina dan masalah di kemudian harinya pada saat dewasa," ucapnya.
Baca juga: Jelang MotoGP Portugal 2021: Dovizioso Beberkan Taktik Quartararo, Marquez Singgung Duel
Bahkan telah ada aturan dasar terkait pelarangan sunat perempuan, misalnya SE Dirjen Bina Kesmas No.HK.00.07.1.3.1047 tahun 2006 tentang Edaran tentang Larangan Medikalisasi Sunat Perempuan bagi Petugas Kesehatan.
Namun aturan tersebut menjadi pro dan kontra terkait sunat perempuan tersebut.
dr Muzdatul Khairiah juga menyampaikan jika sunat perempuan tidak masuk dalam silabus kedokteran sehingga praktik (P2GP) bukan merupakan tindakan kedokteran.
Karena pelaksanaannya, kata dia, tidak berdasarkan atas indikasi medis dan belum terbukti bermanfaat bagi kesehatan.
Sedangkan dari sisi agama, sunat perempuan dapat dilihat dari segi manfaatnya, apakah lebih banyak maslahah (mendatangkan kebaikan) atau mafsadah (akibat buruk).
Baca juga: Lengkap Toko Unggas Mandiri Jual Pakan Ayam, Ikan dan Burung, Sarang hingga Obat, Berikut Harga
Dosen IAIN Kendari, Dr Abdul Gafar mengatakan secara nasional ada beberapa pandangan interpretasi dalam ajaran agama yang perlu diluruskan terkait sunat perempuan.
Dari empat mazhab yang dianut di Indonesia, tiga mazhab di antaranya menyatakan sunat perempuan hanya bersifat makrumah atau yang dimuliakan.
"Maslahatnya apa, menurut medis apa, yang perlu diperlihatkan ke masyarakat adalah maslahatnya apa, itu perlu dibuktikan," ujarnya.
Sementara jika sunat perempuan dilakukan karena alasan untuk mengurangi nafsu seks, maka dalam Islam tidak diajarkan demikian.
"Karena dalam hadis untuk mengurangi nafsu bukan dengan cara seperti itu melainkan berpuasa," katanya.
Baca juga: ARS Ungkap Kriteria Calon Pendamping Pilgub Sultra, Siap Maju Pencalonan Pemilihan Gubernur 2024
"Supaya teori itu terbantahkan ketika sudah menjadi fakta, jadi ketika itu tidak berdampak apa-apa berarti itu mistis. Dengan sendirinya tertolak alasan itu," lanjutnya.
Diharapkan melalui diseminasi hasil penelitian ini dapat mengubah narasi arus utama tentang praktik P2PG.
Untuk diketahui, temuan penelitian terkait praktik sunat perempuan ini dilakukan dengan berbagai macam cara, tergantung tradisi.
Di antaranya ada yang menggunakan teknik menyentuh kelamin dengan pisau dan bambu, mengukir dan memotong sebagian dari klitoris, menyentuh pisau ke klitoris.
Kemudian, mengusap dengan ramuan atau antiseptik, atau memotong jengger ayam sebagai pengganti pelukan pada genetal perempuan. (*)
(TribunnewsSultra.com/Amelda Devi Indriyani)