Berita Sulawesi Tenggara
Praperadilan Dirut PT Toshida Indonesia Ditolak, Hakim Sebut DPO Tak Boleh Ajukan Praperadilan
Pengajuan Praperadilan Direktur Utama PT Toshida Indonesia La Ode Sinarwan Oda ditolak Pengadilan Negeri Kendari.
Penulis: Fadli Aksar | Editor: Sitti Nurmalasari
TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Pengajuan Praperadilan Direktur Utama PT Toshida Indonesia La Ode Sinarwan Oda ditolak Pengadilan Negeri Kendari.
Hakim Tunggal Arief Hakim Nugraha menyatakan penetapan tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra) terhadap La Ode Sinarwan Oda tetap sah.
Pasalnya, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) melarang seseorang yang telah dinyatakan sebagai daftar pencarian orang atau DPO mengajukan Praperadilan.
"Mengadili, menyatakan permohonan termohon La Ode Sinarwan Oda tidak dapat diterima," kata Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Kendari, Arief Hakim Nugraha , Kamis (21/10/2021).
La Ode Sinarwan Oda sendiri telah dimasukkan dalam daftar pencarian orang beberapa waktu lalu.
Baca juga: Sidang Putusan Praperadilan Kedua Direktur Tambang PT Toshida Melawan Kejati Sultra Digelar Hari Ini
Kejati Sultra menilai La Ode Sinarwan Oda tak kooperatif karena mangkir dari panggilan penyidik sebanyak tiga kali.
Penyidik Kejati Sultra, Sugiatno mengatakan, putusan hakim tunggal Pengadilan Negeri Kendari sudah tepat.
"Ini membuktikan kerja-kerja yang kita lakukan sudah sesuai dengan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana)," ujarnya ditemui usai sidang.
Praperadilan Kedua
Sebelumnya, Direktur Utama PT Toshida Indonesia La Ode Sinarwan Oda kembali melakukan perlawanan untuk kedua kalinya.
La Ode Sinarwan Oda kembali mengajukan Praperadilan atas penetapan tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra), Senin (11/10/2021).
Penetapan tersangka dilakukan Kejati Sultra berdasarkan surat penetapan tersangka nomor B-10/P.3/Fd.1/19/2021 tertanggal 13 September 2021.
La Ode Sinarwan Oda dituding melakukan tindak pidana korupsi menyalahgunakan kawasan hutan dan persetujuan rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) PT Toshida Indonesia.
Lantas, La Ode Sinarwan Oda melaui pengacaranya Muhammad Zakir Rasyidin melawan penetapan tersangka tersebut.
Muhammad Zakir Rasyidin mengatakan, Praperadilan ini untuk menguji alat bukti penyidik Kejati Sultra menetapkan kliennya sebagai tersangka.
Sebab, pihaknya keberatan karena Kejati Sultra menggunakan sprindik yang sudah dibatalkan pengadilan.
"Ketika ini menggunakan sprindik yang sudah dibatalkan, secara hukum lewat proses persidangan tadi (Jumat malam) ini menjadi tidak sah," kata Muhammad Zakir Rasyidin.
Jadi Tersangka
Sebelumnya, Direktur Utama PT Toshida Indonesia La Ode Sinarwan Oda kembali ditetapkan sebagai tersangka korupsi.
Penetapan tersangka dilakukan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra) berdasarkan surat penetapan tersangka Nomor B-10/P.3/Fd.1/19/2021 tertanggal 13 September 2021.
"Menetapkan La Ode Sinarwan Oda sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyalahgunaan kawasan hutan dan persetujuan rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB)," tulis dalam surat penetapan tersangka.
La Ode Sinarwan Oda disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dijunctokan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1.
Kepala Kejati Sultra Sarjono Turin menandatangani surat penetapan tersangka Direktur Utama PT Toshida Indonesia tersebut.
Praktis, La Ode Sinarwan Oda sudah dua kali ditetapkan sebagai tersangka, setelah sebelumnya pada 26 Juli 2021 bersama tiga orang lainnya.
Ketiga orang lain itu adalah eks Kepala Bidang Mineral dan Batubara Dinas Energi Sumber Daya Mineral (Minerba ESDM) Sultra Yusmin, mantan Plt Kadis ESDM Sultra Buhardiman.
Terakhir adalah anak buah La Ode Sinarwan Oda sendiri bernama Umar, ketiga tersangka ini langsung ditahan setelah diperiksa.
Dalam perjalanan kasus, La Ode Sinarwan Oda lolos dari jeratan hukum setelah menang dalam gugatan Praperadilan di Pengadilan Negeri Kendari.
Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Kendari Kelik Tri Margo menyatakan penetapan tersangka kasus dugaan korupsi izin tambang PT Toshida Indonesia itu tidak sah.
Penyidik Kejati Sultra tak butuh waktu lama untuk menyidik ulang kasus ini, namun kali ini menggandeng Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sultra.
Selain itu, melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Lembaga jaksa negara itu meminta BPKP Sultra untuk menghitung kembali kerugian negara akibat dugaan korupsi tersebut.
Kerugian Negara
Kejati Sultra merilis kerugian negara terbaru yang ditimbulkan dari kasus dugaan korupsi izin tambang PT Toshida Indonesia.
Asisten Pidana Khusus Kejati Sultra, Setyawan Nur Chaliq mengatakan, hasil perhitungan kerugian negara telah dikeluarkan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sultra.
"Dugaan tindak pidana korupsi tersebut menimbulkan kerugian negara sebesar Rp495.216.631.168,83," sebut Nur Chaliq di Aula Kejati Sultra, Kamis (9/9/2021).
Kata dia, kerugian negara Rp495 miliar lebih itu berasal dari PNBP penggunaan kawasan hutan yang tidak dibayar dan setelah pencabutan IPPKH empat kali penjualan pada 2019-2021.
"Rp151 miliar dari sebelum pencabutan IPPKH 2010 sampai 2019. Sisanya Rp343 miliar setelah pencabutan (IPPKH) 2019 sampai Mei 2021," urainya.
Angka itu naik dari sebelumnya Rp243 miliar berdasarkan hasil perhitungan internal Kejati Sultra.
Akumulasi dari biaya penunggakan PNBP PKH Rp168 miliar dan empat kali penjualan setelah IPPKH dicabut Rp75 miliar.
Menurut eks Kajari Cirebon ini, perhitungan kerugian negara ini merupakan permintaan penyidik kepada auditor BPKP untuk melengkapi berkas tiga tersangka Yusmin, Buhardiman, dan Umar. (*)
(TribunnewsSultra.com/Fadli Aksar)