Sulawesi Tenggara
Pakaian Adat Sulawesi Tenggara Khas Suku Tolaki, Buton, Muna di Sultra
Berikut pakaian adat Sulawesi Tenggara (Sultra) khas Suku Tolaki, Suku Buton, dan Suku Muna.
TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Berikut pakaian adat Sulawesi Tenggara (Sultra) khas suku Tolaki, suku Buton, dan suku Muna.
Sultra adalah provinsi yang didiami berbagai suku bangsa seperti Tolaki, Buton, Muna, Moronene, Wawonii, dan lainnya.
Masyarakat di provinsi yang berada di jazirah Pulau Sulawesi tersebut pun hidup rukun.
Masing-masing suku bangsa yang mendiami Sulawesi Tenggara tersebut punya berbagai kekhasan.
Mulai makanan, bahasa, kesenian, hingga budaya.
Baca juga: Daftar Wisata Bahari di Sulawesi Tenggara, Surga Destinasi Pantai, Laut, Bawah Laut di Sultra
Termasuk pula pakaian khas tradisional.
Apa saja kekhasan pakaian tradisional yang kerap dikenakan pada berbagai acara utamanya pesta adat dan pesta pernikahan tersebut?
Simak selengkapnya pakaian adat Sulawesi Tenggara (Sultra) berikut ini dikutip TribunnewsSultra.com dari pariwisataindonesia.id:
1. Pakaian Adat Tolaki
Baju adat ini biasa dipakai oleh masyarakat dari suku Tolaki.

Pada awalnya dipakai para bangsawan, saudagar, dan mereka yang berdarah biru atau status sosialnya merupakan masyarakat terpandang.
Saat ini, baju adat Tolaki siapapun bisa memakainya, rakyat biasa sudah banyak yang menggunakan.
Ada dua jenis baju adat Tolaki, yaitu pakaian adat Babu Nggawi dan pakaian tradisional Babu Nggawi Langgai.
Baju adat Babu Nggawi Langgai untuk busana pengantin pria.
Baca juga: 6 Makanan Khas Sulawesi Tenggara, Asal Daerah dan Resep Pembuatannya
Sementara, pakaian adat Babu Nggawi untuk mempelai wanita.
Kedua pakaian ini, didaulat sebagai baju adat nasional untuk provinsi Sulawesi Tenggara.
Baju adat tersebut, kerap ditampilkan dalam upacara pengantin maupun perhelatan bernuansa formal dan terhormat.
2. Pakaian Adat Buton

Pakaian adat ini terdiri dari sarung dan ikat kepala, motifnya berwarna biru.
Masyarakat dari suku Buton, umumnya tidak mengenakan baju, cuma balutan menggunakan kain-kain biasa.
Identitas utamanya, terlihat pada rumbai-rumbai di ikat pinggang.
Nah, ini disebut kabokena tanga!
Penggunaan ikat kepala bermotif warna kebiruan, di ulir bertumpuk dan menjadi ciri khas masyarakat dari suku Buton.
Baca juga: 7 Wisata Alam di Sulawesi Tenggara, Air Terjun Moramo Konawe Selatan hingga Danau Biru Kolaka Utara
Khusus busana wanitanya, memakai baju adat Kombowa yaitu busana adat berkonsep lengan pendek tanpa berkancing.
Baju adat ini juga disebut “bia-bia itanu” yang artinya bercorak kotak kecil-kecil.
Untuk menambah kecantikan dan keanggunan mempelai wanitanya, ditambahkan perhiasan seperti cincin, gelang dan anting-anting warna keemasan.
Memberi kesan glamour dan mewah, apalagi disorot cahaya, bikin berkelap kelip, aksesori yang melekat di badan mempelai wanita terlihat sangat mewah dan memukau.
Kehadiran aksesori tersebut memang untuk menambah kemegahan busana mempelai wanita.
3. Pakaian Adat Suku Muna

Pakaian berikut ini, masih dari provinsi Sultra yakni pakaian adat masyarakat dari suku Muna.
Baju adat yang dikenakan oleh kaum wanita suku Muna terdiri dari bhadu, bheta, dan kain yang dibalutkan di pinggang, disebut simpulan kagogo.
Busana yang melekat di badan ini, biasanya berlengan pendek.
Sebagian memang ada yang dibuat berlengan panjang.
Busananya lentur, jatuh menguntai.
Terbuat dari kain satin.
Berwarna merah dan ada juga warna biru.
Busana wanita berlengan pendek disebut kuta kutango, dipakai untuk aktivitas keseharian.
Baju diberi hiasan renda pada setiap ujung lengan, dan di lubang leher diberikan hiasan warna kuning emas.
Baca juga: 7 Pelabuhan Laut di Sulawesi Tenggara, Pelabuhan Murhum Baubau hingga Pelabuhan Nusantara Kendari
Sarung yang biasa dikenakan, umumnya berwarna merah, biru, hitam, cokelat, atau warna-warna gelap.
Terdiri atas tiga lapisan.
Lapisan pertama adalah bagian sarung warna putih, dililitkan di pinggang.
Lapisan kedua, untuk membalut baju, dililitkan di dada.
Busananya menjurai sampai di bawah lutut.
Lapisan ketiganya, digulung melilit dada, mengepit ketiak.
Sarungnya, bercorak garis-garis lurus.
Agar tampil sempurna, busananya dihiasi kalung-kalung bulat.
Terbuat dari logam.
Makin mewah bila disempurnakan gelang-gelang emas melingkar di tangan.
Ada lagi, kalung bertahta menghias di leher.
Makin lengkap dan aksesorisnya tampil mencolok, terlihat glamour.
Wanita tersebut tentu berasal dari keluarga bangsawan.
Sementara untuk pakaian adat pria terdiri dari baju (bhadu).
Sarung (bheta), celana (sala), dan kopiah (songko), atau balutan kain bertumpuk di kepala (kampurui).
Dipakainya untuk aktivitas keseharian.
Berlengan pendek dan warnanya putih.
Pada bagian kepala, mirip seperti sorban.
Kepalanya di ulir memutar dan bertumpuk.
Motif bercorak batik.
Lingkar pinggang dihiasi logam berwama kuning.
Direkat, kuat-kuat, berfungsi sebagai ikat pinggang.
Selain sebagai penguat sarung juga untuk menyelipkan senjata tajam.
Sarung ini berwarna merah bercorak geometris lurus-lurus.(*)