BMKG Minta Warga Waspadai Dampak Siklon Tropis Surigae di Sulawesi Tenggara
Dampak Siklon Tropis Surigae Tidak Terlalu Signifikan di Sulawesi Tenggara.
Penulis: Amelda Devi Indriyani | Editor: Laode Ari
TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Maritim Kendari, menyebut dampak siklon tropis surigae tidak terlalu signifikan di Sulawesi Tenggara.
Hasil pantauan, BMKG Kendari pada 12 April lalu ada yang disebut dengan babit siklon 94w.
Namun, hari ini, Rabu (14/4/2021), sudah menjadi siklon tropis yang disebut siklon tropis Surigae, yang berbeda dengan siklon tropis seroja.
Hal ini disampaikan Koordinator konservasi observasi dan informasi Faizal Habibie, di kantor BMKG Stasiun Maritim Jalan Jendral Sudirman Nomor 158, Kampung Salo, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), Rabu (14/4/2021).
"Memang siklon tropis Surigae ini berbeda dengan siklon tropis seroja, karena memang dia berada di utara Indonesia sehingga dampak tidak langsungnya berdampak terhadap wilayah-wilayah yang berada di Indonesia bagian utara, paling dekat Sulawesi bagian utara," katanya.
Baca juga: Bibit Siklon Tropis 94W Ancam 30 Provinsi Termasuk Sultra, Peringatan Dini BMKG, BNPB Minta Siaga
Bukan hanya peningkatan curah hujan di wilayah Sulawesi Utara, tapi peningkatan tinggi gelombang juga terjadi di wilayah utara Indonesia.
Sedangkan untuk Sultra, dampak dari siklon surigae ini memang tidak signifikan.
Lantaran saat ini hujan yang terjadi di Sultra merupakan akibat dari faktor-faktor lokal.
Ia menyampaikan, berdasarkan pantauan minggu lalu dan 3 hari sebelumnya, tinggi gelombang masih relatif aman.
"Tinggi gelombang masih berkisar di bawah 1 meter untuk wilayah Sultra. Kecepatan angin 5-20 km per jam,"
Namun untuk daerah daratan, Faizal Mengimbau masyarakat Sultra perlu waspada dengan dampak dari musim penghujan ini.
"Karena memang Sultra ini masih musim hujan, artinya apa, intensitas hujan masih akan terus kita rasakan, peningkatan curah hujan walaupun memang tidak tiap hari dan walaupun sifat penyebabnya itu lokal," ungkapnya.
Baca juga: Terkait Fenomena Siklon Tropis Seroja, Jokowi Dorong BMKG Gencarkan Peringatan Cuaca Ekstrem
Ia menyampaikan,musim penghujan ini akan berlangsung hingga Juni mendatang dan kembali akan terjadi peningkatan intensitas hujan di bulan itu.
Sedangkan untuk pasang surut gelombang laut yang terjadi di saat ini normal.
Tinggi gelombang di wilayah Sultra masih sangat baik, yang menandakan segala aktivitas baik kapal kecil maupun kapal besar, masih bisa berlangsung dengan baik.
"Kami pantau 3 hari ke depan, 7 hari ke depan masih relatif baik, di bawah 1 meter," ungkapnya.
Namun tetap diwaspadai, kata Faizal, untuk di langit Sultra, baik di wilayah daratan maupun lautan masih terjadi anomali perubahan cuaca yang signifikan.

Terutama di wilayah perairan Kendari dan Laut Banda, yang mana ketika terjadi pembentukan awan kumulonimbus, bisa berakibat pada peningkatan ketinggian gelombang.
"Walaupun ada peningkatan ketinggian gelombang yang diakibatkan dari pembentukan awan kumulonimbus, itu gelombang yang terjadi tidak akan lebih dari satu setengah meter," ungkapnya.
Kemudian penurunan curah hujan akan terjadi pada Juli dan Agustus.
"Pada Juli itu mulai musim kemarau di Sultra. Artinya, secara keseluruhan akan terjadi penurunan curah hujan pada Juli dan Agustus," jelasnya.
Ia menyampaikan kewaspadaan ketika memasuki bulan kemarau akan berubah.
Masyarakat akan diimbau untuk terus waspada akan dampak dari musim kemarau, seperti kebakaran hutan dan lain-lain.
Salah satunya dengan mengupdate informasi BMKG agar mitigasi bencana bisa dilakukan dengan baik. (*)
(Tribunnewssultra.com/Amelda Devi)