Kisah Seorang Polisi di Kendari: Didik 65 Anak Jalanan, Sisihkan Gaji Rp2 Juta Perbulan

Polisi berpangkat Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda) itu mendidik 65 anak putus sekolah dan anak jalanan sejak 2016 lalu.

Penulis: Fadli Aksar | Editor: Fadli Aksar
Fadli Aksar/Tribunnewssultra.com
Aipda Madukala Kundoro tengah mengajar sejumlah anak jalanan di rumah bimbingan belajar, di kawasan pemukiman Jl Veteran, Kelurahan Bonggoeya, Kecamatan Wuawua, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Madukala Kundoro (37) tak hanya menjadi ayah bagi tiga anaknya, tapi bagi 65 anak jalanan di Jalan Veteran, Kelurahan Bonggoeya, Kecamatan Wuawua, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Polisi berpangkat Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda) itu mendidik 65 anak putus sekolah dan anak jalanan sejak 2016 lalu.

Tak tanggung-tanggung, Madukala rela menyisihkan sebagian gajinya untuk membeli buku pelajaran.

Sebagian besar anak asuhnya, merupakan anak jalanan, 4 di antaranya penyandang disabilitas.

Dia sering menemui anak jalanan itu sedang mengonsumsi narkoba dan mengemis di depan sebuah kampus di Kota Kendari.

Bukan untuk memenjarakan, polisi yang bertugas di Polsek Baruga, Polres Kendari itu membawa anak tersebut ke rumah belajar.

Pacaran di Medsos, Mahasiswi Kendari Asal Wakatobi Tertipu Rp350 Juta, Beri 4 Laptop, Emas, iPhone

"Saya berpikir hak pendidikan anak itu wajib, tanpa mengenal status, sosial, ekonomi dan budaya," kata Madukala di Kendari, Rabu (10/2/2021).

Personil korps bhayangkara itu bercerita, aksi sosial bermula saat ditugaskan sebagai bhayangkara pembina kemananan dan ketertiban masyarakat (Bhabinkamtibmas) di wilayah 2016 lalu.

Saat melakukan patroli, dia melihat sejumlah anak bermain di jalan. 

Tak sedikit dari mereka merokok, menghirup lem, meminum minuman keras, bahkan mengonsumsi narkoba.

"Mereka seharusnya masih sekolah, tapi yang saya lihat menggunakan narkoba. Mereka ikut-ikutan, melihat teman-temannya yang juga putus sekolah," tuturnya.

Saat itulah, Madukala terdorong merangkul puluhan anak itu dengan menyisir rumah-rumah warga di wilayah binaannya.

Suami Dini Riskawati itu bertemu dengan orangtua anak-anak tersebut, dan meminta untuk membina mereka.

Para orangtua pun setuju, Madukala awalnya mengajak 5 orang anak jalanan.

Dia lalu berinisiatif membuat rumah belajar.

Mereka dipinjami rumah panggung seorang RT La Ode Hasilin untuk tempat belajar.

Tapi awalnya sejumlah anak tidak mau datang ke rumah belajar, sehingga Madukala terpaksa menjemput.

"Mereka takut kalau lihat saya pakai baju polisi, seakan-akan ada yang mau ditangkap. Tapi Alhamdulillah sekarang sudah tidak takut," jelasnya.

Hingga 2021, tercatat sebanyak 65 orang anak menjadi didikan Madukala, rata-rata usianya 5 sampai 15 tahun.

Dia tidak pernah mengharap imbalan dari kerja sosialnya itu.

"Saya prinsipnya gratis di sini. Sekarang bukan dipanggil polisi, tapi pak guru," jelasnya.

Sisihkan Gaji Rp2 Juta Per Bulan

Tidak hanya merelakan waktunya, Madukala juga merelakan gajinya untuk dibagi dengan 65 anak didiknya itu.

Setiap bulan, Madukala menyisihkan Rp2 juta dari total Rp4,3 juta hasil keringatnya di institusi kepolisian.

Hal itu dilakukan sejak 2016 lalu hingga sekarang.

Uang itu digunakan untuk membeli buku bacaan, alat tulis pulpen, spidol dan fasilitas belajar.

"Papan tulis kita ganti 6 bulan sekali, kami benahi rak buku sedikit-sedikit," jelasnya.

Ratusan buku pelajaran dan buku tulis dibeli dari uang tersebut.

Namun, buku dan sejumlah fasilitas belajar sering hancur saat banjir menerjang Kelurahan Bonggoeya.

Pada 2016, ada satu karung sekira 100 buku rusak karena terendam air.

Lebih banyak lagi pada 2019, sebanyak 2 karung buku rusak.

Madukala mengaku, ikhlas dan berbesar hati dan tetap berupaya mengadakan buku baru dari gajinya.

Polisi ini juga mencoba meminta bantuan ke pemerintah, tapi kurang ditanggapi.

Dia tak menyerah, sebab masih ada uang dari gaji setiap bulan itu.

"Siapa lagi yang peduli kalau bukan kami," katanya.

Setengah dari gajinya yang disisihkan tersebut diketahui istrinya Dini Riskawati (32).

Meski harus berbagi dengan 65 anak, sang istri tak keberatan, bahkan mendukung sang suami.

Sikap itu yang memicu semangat Madukala untuk terus membantu 65 anak itu.

"Katanya rejeki itu sudah ada yang atur, dia mendukung dan mengajar juga di lingkungan itu," tuturnya.

Mengajar Bersama Sang Istri

Di sela kesibukannya sebagai polisi, Madukala menyempatkan waktu untuk mengajar 65 anak tersebut bersama sang istri.

Waktu belajar tiga kali seminggu, yakni pada Selasa, Kamis dan Minggu.

Pada Selasa, Madukala mengajarkan pendidikan pancasila dan kewarganegaraan (PPKn), Matematika, Bahasa Indonesia, dan beberapa lagu kebangsaan.

Pada Kamis, 65 anak ini belajar tentang bahaya narkoba, perlindungan anak dan lagu kebangsaan.

Sedangkan pada Minggu, Madakula melatih puluhan anak jalanan ini menggambar dan mewarnai.

Istri Madukala sendiri khusus mengajar baca tulis Al-Qur'an dan pendidikan agama.

Istri Aipda Madukala Kundoro, Dini Riskawati (32) tengah mengajar sejumlah anak jalanan.
Istri Aipda Madukala Kundoro, Dini Riskawati (32) tengah mengajar sejumlah anak jalanan. (Fadli Aksar/Tribunewssultra.com)

Mereka terkadang dibantu relawan dari kalangan mahasiswa dan dosen.

"Pernah saya coba mahasiswa, dosen mereka tidak sanggup. Karena katanya siswa saya aktif bertanya," kata Madukala sembari tertawa.

Mahasiswa yang mengajar tidak bertahan lama, bahkan hanya datang saat menjalani kuliah kerja nyata (KKN) di wilayah itu.

Sehingga, Madukala dan istrinya menjadi pengajar tetap di sana.

Mereka kerap membawa anaknya ke tempat bimbingan belajar tersebut.

Rehabilitasi 20 Anak

Aipda Madukala tidak tinggal diam setelah tahu anak didiknya pernah mengkonsumsi narkoba saat hidup di jalanan.

Dia pun berupaya melakukan rehabilitasi 20 orang anak tersebut di Klinik Pratama Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sultra dan BNN Kota Kendari.

Rehabilitasi itu berawal setelah beberapa anak bercerita mengenai pengalaman pernah mengkonsumsi narkoba.

Mereka ingin sembuh dari kontaminasi barang haram itu.

Madukala pun menyambut keinginan mereka.

"Mereka curhat, pak guru kami mau sehat, bagaimana supaya kami tidak ketergantungan obat-obatan semacam itu," kata Madukala meniru ucapa anak-anak itu.

Madukala mengatakan, jika ingin sembuh dan terhindar dari dunia hitam itu, maka mereka harus memperdalam ilmu agama.

Apalagi, polisi muda ini memang mewajibkan setiap anak untuk bisa baca tulis Al-Qur'an, menghafal dan memahami isinya.

"Sewaktu-waktu saya tidak ada di dunia, mereka lah yang lanjutkan saya punya ilmu pengetahuan," tegasnya.

Dua kali dalam sebulan, Madukala membawa 20 orang anak tersebut ke klinik BNN untuk menjalani rehabilitasi.

Sekira 6 bulan, dia melihat hampir semua anak itu sembuh.

"Sekarang narkoba itu jadi musuh mereka, sudah alergi terhadap barang haram itu," katanya.

Madukala Kundoro berharap 65 anak itu mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra dan Kota Kendari.

Dia ingin 65 anak ini punya ijazah melalui ujian paket C yang diselenggarakan pemerintah.

Mimpi terbesar Madukala Kundoro, kegiatan sosial yang dilakukan sampai ke mata dan telinga orang nomor 1 di Indonesia.

"Saya ingin Presiden Joko Widodo tahu kegiatan seperti ini ada di dalam kota Kendari," tutupnya. (*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved