TRIBUNNEWSSULTRA.COM, JAKARTA - Update sidang Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pemilihan Kepala Daerah Sulawesi Tenggara atau Pilkada Sultra 2024.
Agenda sidang MK terkait perkara hasil Pemilihan Gubernur atau Pilgub Sultra kembali berlangsung di Ruang Sidang Lantai 4 Gedung I MK, Jakarta, pada Rabu (22/1/2025).
Sidang yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra didampingi Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Arsul Sani tersebut mendengarkan jawaban termohon, keterangan pihak terkait, dan keterangan Bawaslu.
Termohon dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum atau KPU Sultra, sementara pihak terkait pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sultra nomor urut 2 Andi Sumangerukka dan Hugua (ASR-Hugua).
Setelah dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di MK, Jumat (10/1/2025) lalu, pasangan Tina Nur Alam dan LM Ihsan Taufik Ridwan selaku pemohon menyampaikan dalil permohonannya.
Namun, Ihsan yang menjadi calon Wakil Gubernur Sultra berpasangan Tina, saat menghadiri langsung persidangan tersebut menyatakan menarik permohonan.
Sementara, Tina selaku calon Gubernur Sulawesi Tenggara melalui kuasa hukumnya tetap melanjutkan permohonan yang teregistrasi dalam perkara Nomor 249/PHPU.GUB-XXIII/2025 tersebut.
Baca juga: RESMI Jadwal Pelantikan 6 Kepala Daerah Terpilih Pilkada 2024 di Sulawesi Tenggara, Kolaka, Mubar
KPU selaku termohon dalam sidang lanjutan perkara Pilkada Sultra pun menyoroti adanya penyampaian surat penarikan kembali permohonan oleh Ihsan kepada MK.
Menurut Kuasa Hukum KPU Sultra, Sugiatno Migano, permohonan perkara Nomor 249/PHPU.GUB-XXIII/2025 pun telah kehilangan kedudukan hukum atau legal standing karena salah satu pihak mencabut permohonan.
Sedangkan, pemohon dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Gubernur (PHPU Gub) Sulawesi Tenggara adalah pasangan calon (paslon).
“Karena pemohon adalah pasangan calon, maka ketika salah satu pihak mencabut permohonan, maka secara mutatis mutandis permohonan pemohon telah kehilangan legal standing,” kata Sugiatno.
Hal tersebut disampaikan Sugianto dalam lanjutan sidang MK dikutip TribunnewsSultra.com dari laman resmi mkri.id.
Pada permohonan awal, pemohon perkara ini yakni pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sultra nomor urut 4 Tina Nur Alam dan LM Ihsan Taufik Ridwan.
Namun, Ihsan yang hadir langsung dalam sidang pemeriksaan pendahuluan menyatakan menarik permohonan.
Sedangkan, Tina melalui kuasa hukumnya tetap melanjutkan dan dipersilakan Majelis Hakim Panel 2 membacakan permohonannya.
Keterangan Bawaslu
Di sisi lain, Ketua Bawaslu Sulawesi Tenggara, Iwan Rompo Banne, mengatakan pihaknya menerima sejumlah laporan dugaan pelanggaran tindak pidana politik uang.
Salah satunya ada laporan yang dilaporkan pada 14 November terkait dugaan pemberian uang dan atribut kampanye dari Kepala Desa Anggolomoare kepada Kepala Desa Lakomea.
Bawaslu Sultra meneruskan rekomendasi yang pada pokoknya laporan diduga memenuhi unsur pelanggaran tindak pidana pemilihan dengan didukung minimal dua alat bukti.
Dan selanjutnya diteruskan kepada Kepolisian Daerah (Polda) Sultra untuk ditindaklanjuti sesuai peraturan perundang-undangan.
Namun, Polda Sultra telah menghentikan proses penyidikan karena terlapor tidak ditemukan hingga waktu 14 hari penyidikan.
Baca juga: FIKS Jadwal Pelantikan Kepala Daerah Termasuk Sulawesi Tenggara, Pilkada Tanpa dan Dengan Perkara MK
“Karena selama 14 hari waktu penyidikan tidak ditemukan tersangkanya sehingga dihentikan penyidikannya karena kadaluwarsa,” kata Iwan dalam sidang MK dilansir laman mkri.id.
Sementara untuk laporan yang sama, Bawaslu Sultra meneruskan rekomendasi.
Pada pokoknya, terlapor diduga telah melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan lainnya yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa atau pelanggaran netralitas kepala desa.
Dan selanjutnya diteruskan kepada Bupati Konawe untuk ditindaklanjuti sesuai peraturan perundang-undangan.
Namun sampai saat ini, Bupati Konawe belum menyampaikan tindak lanjut atas rekomendasi tersebut.
Pembelaan Pihak Terkait
Sementara, pihak terkait yakni paslon nomor urut 2 Andi Sumangerukka dan Hugua membantah dalil Pemohon mengenai tuduhan pengerahan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan kepala desa.
Pihak terkait justru berbalik menuduh pemohon yang sejatinya merupakan istri Gubernur Sulawesi Tenggara 2008-2017 Nur Alam yang melakukan pengerahan struktur ASN dan kepala desa.
Untuk mendukung kedua anak pemohon pada Pemilihan Wali Kota atau Pilwali Kendari dan Pemilihan Bupati Konawe Selatan.
“Sebaliknya pihak terkait bukan merupakan petahana dan baru mengikuti kontestasi elektoral dalam pilkada,” kata kuasa hukum pihak terkait, Donal Fariz.
“Sehingga dalil tidak berdasar,” jelas Donal menambahkan di hadapan Majelis Hakim Panel 2 MK.
Pihak terkait juga mengatakan Nur Alam tidak terdaftar sebagai tim kampanye, tetapi selalu aktif berkampanye dan mengoordinasikan tim kampanye bahkan dengan narasi menyerang kesukuan pihak terkait.
Ihsan Tarik Permohonan, Dalil Pemohon Tina
Paslon Gubernur-Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara nomor urut 4 Tina Nur Alam dan La Ode Muh Ihsan Taufik Ridwan sebelumnya mengajukan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Gubernur Sultra di Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca juga: Pemprov Sultra Tunggu Surat Edaran Kemendagri Pelantikan Serentak Bupati, Walikota Tanpa Sengketa MK
Namun, Ihsan yang hadir langsung dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di MK menyatakan menarik permohonan.
Sedangkan Tina tetap melanjutkan permohonan yang teregistrasi dalam Perkara Nomor 249/PHPU.GUB-XXIII/2025.
“Saya mencabut sendiri, tidak ada (diskusi dengan pasangannya maupun kuasa hukum) Yang Mulia,” kata Ihsan di hadapan Majelis Hakim Panel 2 yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra.
Didampingi Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Hakim Konstitusi Arsul Sani di Ruang Sidang Gedung II MK, Jakarta.
Sementara Saldi menegaskan syarat untuk mengajukan permohonan PHPU Kepala Daerah adalah pasangan calon.
Menurut dia, seeloknya Ihsan menyampaikan secara resmi kepada pasangannya serta kuasa hukum paslon nomor urut 4 mengenai penarikan kembali permohonan sengketa Pilkada 2024 di MK.
Namun, atas fakta tersebut, Saldi mengatakan Mahkamah akan mempertimbangkannya dan permohonan ini tetap dapat disampaikan dalam persidangan.
Baca juga: Profil 6 Jenderal TNI Polri Terpilih Gubernur dan Wagub, Sosok Seangkatan Prabowo Subianto
“Kalau Pak Didi mau menyampaikan pokok-pokok permohonan disilakan,” kata Saldi kepada kuasa hukum pemohon Didi Supriyanto.
“Nanti kondisi ini silakan Termohon dan Pihak Terkait memberikan respon karena kita kan punya ketentuan soal bagaimana menyelesaikan ini,” jelasnya menambahkan.
Didi pun menjelaskan selisih perolehan suara paslon 4 selaku pemohon dengan paslon 2 selaku pihak terkait yang memperoleh suara terbanyak adalah 466.810 suara.
Berdasarkan Keputusan KPU Sultra Nomor 320 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur adalah Paslon 1 memperoleh 149.642 suara.
Paslon 2 meraih 775.183 suara, Paslon 3 mendapatkan 246.393 suara, serta Paslon 4 mengantongi 308.373 suara.
Menurut Pemohon, selisih perolehan suara tersebut disebabkan adanya pelanggaran-pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan Paslon 2.
“Selisih perolehan suara antara pemohon nomor urut 4 dengan pasangan calon nomor urut 2 peraih suara terbanyak di atas dikarenakan antara lain,” ujar Didi.
“Terdapat pelanggaran-pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif yang dilakukan oleh pasangan calon nomor urut 2,” lanjutnya.
Didi menjelaskan, Paslon 2 melalui penyalahgunaan wewenang oknum aparatur sipil negara (ASN).
Kepala desa, kepala Badan Permusyawaratan Desa (BPD), serta kepala dusun pada 11 kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Dugaan melakukan kecurangan money politic atau politik uang berupa pemberian uang dan/atau barang melalui tim kampanye dan relawan baik secara terang-ternagan maupun sembunyi-sembunyi.
Termasuk adanya dugaan oknum Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS 5 Kelurahan Baruga, Kecamatan Kendari Barat, Kota Kendari, yang melakukan pelanggaran surat suara telah tercoblos untuk paslon 2 sebelum pemilihan berlangsung.
Menurut pemohon, politik uang tersebut direncanakan secara matang dan tersusun dengan melibatkan sistem pemerintahan desa secara berjenjang di tingkat desa ke dusun-dusun serta melakukan intimidasi terhadap pemilih.
Selain itu, sebaran adanya politik uang di 11 kabupaten dari 17 kabupaten di Sultra berdampak secara masif lebih dari 50+1 dalam wilayah kabupaten pada Provinsi Sultra terhadap perolehan suara signifikan dari pihak Paslon 2.
Dengan demikian, menurut Pemohon, berdasarkan pelanggaran TSM dimaksud maka perolehan suara pihak terkait paslon 2 sebesar 775.183 suara seharusnya dianggap tidak sah oleh KPU Sultra selaku termohon.
KPU Sultra telah menetapkan perolehan suara Pilgub Sultra yaitu Paslon 1 Ruksamin-Sjafei Kahar 149.642 suara.
Paslon 2 Andi Sumangerukka-Hagua 775.183 suara, Paslon 3 Lukman Abunawas-Laode Ida 246.393 suara, dan Paslon 4 Tina Nur Alam-La Ode Muh Ihsan Taufik Ridwan 308.373 suara.
Selain itu, pemohon juga mendalilkan pemalsuan tanda tangan Ketua DPD Hanura Sultra dalam dokumen B.KWK PARPOL. Partai Hanura adalah salah satu pengusung Paslon 2.
Menurut Pemohon, B.KWK PARPOL dari Paslon 2 tidak ditandatangani Ketua DPD Hanura Sulawesi Tenggara.
Hal ini menunjukkan adanya cacat administratif terhadap dokumen syarat pencalonan yang akan menyebabkan batal atau tidak sahnya pasangan calon kepala daerah yang telah ditetapkan oleh KPU.
Dalam petitumnya, Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan batal Keputusan KPU Sulawesi Tenggara Nomor 320 Tahun 2024.
Tentang Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sultra Tahun 2024 sepanjang mengenai perolehan suara Paslon Nomor Urut 2 Andi Sumangerukka dan Hugua.
Menyatakan diskualifikasi Paslon Nomor Urut 2, Andi Sumangerukka-Hugua.
Serta menetapkan perolehan suara yang benar menurut Pemohon yaitu Paslon 1 149.642 suara, Paslon 2 didiskualifikasi, Paslon 3 246.393 suara, dan Paslon 4 308.373 suara.
Atau memerintahkan Termohon melaksanakan pemungutan suara ulang Pilgub Sultra pada semua TPS di 13 kabupaten/kota se-Sulawesi Tenggara dengan hanya diikuti 3 paslon tanpa paslon 2.(*)
(TribunnewsSultra.com/La Ode Ari/Amelda Devi Indriani)