"Sebenarnya kita ini kategori harusnya rawan tinggi. Tapi entah mengapa kawan-kawan Bawaslu yang dulu kasih rawan sedang, nda tahu juga apa landasan kawan-kawan."
"Tapi setelah kita berdiskusi dengan kawan-kawan yang baru ini harusnya kalau kita yang nyusun kita kasih tinggi. Dari segi dua poin tadi," ujarnya.
Sementara itu, Pj Gubernur Sultra, Komjen Pol Andap Budhi Revianto juga menekankan netraliras ASN dalam mensukseskan penyelenggaraan Pemilu 2024.
Ia berharap, ASN patuh pada aturan perundang-undangan terkait netraliras ASN.
"Diharapkan netralitas ASN, kan ada tiga apakah politik uang dan lainnya, kan sudah ditahu. Ada ketentuan dalam undang undang ASN sudah diatur, nantikan diperiksa ada sanksi, bukan hanya sekadar ngomong, semua sudah diatur ketentuannya," ujarnya.
Baca juga: Deklarasi Damai Pemilu 2024, Pj Gubernur Sultra Andap Minta ASN Netral dan Tak Terlibat Politik Uang
Diketahui sekiranya ada tiga undang-undang yang menegaskan ASN harus bersikap netral.
Pertama, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Dalam Pasal 2 menyatakan setiap pegawai ASN harus patuh pada asas netralitas dengan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan tertentu.
UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juga terdapat pasal soal netralitas ASN.
Kemudian dalam UU Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah teradapat dua pasal yang mengatur tentang netralitas ASN yaitu pada Pasal 70 dan Pasal 71.
Pasal 70 ayat (1) berbunyi dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia.
Baca juga: Masyarakat di Sulawesi Tenggara Diminta Tolak Politik Uang, KPK Gaungkan Hajar Serangan Fajar
Pelanggaran atas ketentuan tersebut dikenakan sanksi pidana paling lama enam bulan penjara dan denda paling banyak Rp6 juta sebagaimana disebutkan dalam Pasal 189.
Kemudian, Pasal 71 ayat (1) berbunyi pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa kampanye.
Pelanggaran atas ketentuan tersebut dikenakan sanksi pidana paling lama enam bulan penjara dan denda paling banyak Rp6 juta sebagaimana disebutkan dalam Pasal 188. (*)
(TribunnewsSultra.com/Amelda Devi Indriyani)