Viral 5 Bahaya Game Roblox, Abdul Mu'ti Khawatir Anak Indonesia Tiru Adegan Permainan
Viral lima bahaya game Roblox untuk anak-anak yang ramai jadi perbincangan. Roblox menjadi salah satu aplikasi game yang menuai sorotan.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Desi Triana Aswan
TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Berikut ini viral lima bahaya game Roblox untuk anak-anak yang ramai jadi perbincangan.
Roblox menjadi salah satu aplikasi game yang menuai sorotan.
Game ini menjamur di kalangan remaja bahkan anak-anak memainkan game ini.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti begitu khawatir dengan dampak psikologis yang akan didapatkan oleh anak-anak.
Terlebih pada mereka (anak-anak) yang begitu getol bermain Roblox.
Ia mengeluarkan pernyataan larangan anak-anak bermain game Roblox.
Menurutnya game ini memiliki unsur-unsur yang dapat membahayakan anak-anak.
Hal yang paling disorotinya adalah adegan kekerasan dalam game tersebut.
Baca juga: Sinopsis Squid Game 2, Upaya Pembongkaran Teka-teki Permainan Mematikan, Banyak Pendatang Baru
Anak-anak dikhawatirkan akan meniru adegan tersebut yang pada dasarnya adalah sesuatu yang tidak nyata.
Apalagi, kondisi intektualitas anak-anak masih terbatas.
Sehingga, bagi Abdul Mu'ti, hal ini cenderung dapat mendorong anak-anak mengikuti atau meniru apa yang dilihat.
"Itu kan banyak kekerasan ya di game itu, kadang-kadang anak-anak tidak bisa memahami bahwa yang mereka lihat sebenarnya sesuatu yang tidak nyata," ujar Abdul Mu'ti dikutip dari Kompas.
Ia pun mencontohkan adegan yang berbahaya dalam game Roblox.
"Misalnya mohon maaf ya, kalau di game itu dibanting, itu kan tidak apa-apa orang dibanting di game. Kalau dia main dengan temannya, kemudian temannya dibanting, kan jadi masalah," tegasnya.
Sementara itu, ia juga mendorong agar ada kebijakan yang mampu membuat anak-anak lebih sehat beradaptasi dengan digital.
Hal ini dengan kolaborasi bersama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) serta kementerian terkait lainnya.
Dengan kolaborasi tersebut, telah diluncurkan Program Tata Kelola untuk Anak Aman dan Sehat Digital (Tunas).
Pemerintah juga telah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP TUNAS). Peraturan yang mulai berlaku 1 April 2025 ini menjadi dasar hukum kuat bagi negara untuk menghadirkan ruang digital yang aman, sehat, dan berkeadilan.
Merujuk dari situs resmi Komdigi, beberapa aturan penting dalam kebijakan tersebut meliputi:
1. Klasifikasi tingkat risiko platform digital berdasarkan tujuh aspek penilaian, termasuk potensi paparan konten tidak layak, risiko keamanan data pribadi anak, risiko adiksi, dan potensi dampak negatif pada kesehatan mental dan fisik anak.
2. Pengaturan pembuatan akun anak di platform digital, dengan klasifikasi usia di bawah 13 tahun, 13 tahun sampai sebelum 16 tahun, dan usia 16 tahun sampai sebelum 18 tahun, disertai syarat persetujuan dan pengawasan orang tua sesuai tingkat risiko platform.
3. Kewajiban edukasi digital dari platform kepada anak dan orang tua tentang penggunaan internet secara bijak dan aman.
Baca juga: Download Naruto Ultimate Ninja Storm, Harga Game Rp 150 Ribu, Punya Fitur Pertempuran Menarik
4. Larangan melakukan profiling terhadap anak untuk tujuan komersial, kecuali untuk kepentingan terbaik anak.
5. Pengenaan sanksi administratif bagi platform yang melanggar, berupa teguran, denda, penghentian layanan, hingga pemutusan akses.
Lantas seperti apa bahaya game Roblox untuk anak-anak ?
Dirangkum dari Parapuan, setidaknya ada lima bahaya game Roblox yang diutarakan Mendikdasmen.
1. Konten Kekerasan
Seperti yang dipaparkan oleh Mendikdasmen, penulis juga mengkhawatirkan adanya bahaya terselubung di balik game Roblox. Sayangnya, bahaya ini justru sering diabaikan oleh para orang tua dan menganggap jika game tersebut sama dengan permainan digital lainnya.
Anak yang terus-menerus terpapar konten kekerasan dalam bentuk visual maupun interaktif di Roblox, otaknya akan mulai mengalami desensitisasi, yaitu penurunan sensitivitas terhadap kekerasan.
Ini berarti anak bisa mulai melihat kekerasan sebagai sesuatu yang normal, tidak mengganggu, bahkan dianggap menyenangkan. Dalam jangka panjang, hal ini bisa menumpulkan empati anak terhadap penderitaan orang lain dan mengganggu perkembangan moral serta emosionalnya.
2. Gangguan Kesehatan Mental hingga Produktifitas
Paparan konten kekerasan secara berulang juga bisa memicu munculnya rasa takut, cemas berlebihan, mimpi buruk, serta perilaku agresif yang terbawa ke kehidupan nyata.
Menurut Dr. Patrick Markey, seorang profesor psikolog dari Villanova University, anak-anak yang sering bermain game dengan unsur kekerasan cenderung memiliki tingkat kemarahan dan ledakan emosi yang lebih tinggi dibanding anak-anak yang tidak bermain game tersebut.
3. Perilaku Kasar
Lebih dari itu, mereka bisa mulai meniru perilaku kasar yang mereka lihat dalam game, baik secara verbal maupun fisik, tanpa menyadari konsekuensi serius dari tindakan tersebut.
Sementara menurut Dr. Christopher Ferguson, profesor psikologi di Texas A&M International University, berpendapat bahwa muncul fenomena baru yang perlu diwaspadai ketika kekerasan (terutama dalam game) dijadikan lelucon bagi anak-anak.
Masalahnya bukan sekadar soal humor yang tidak pantas. Ketika kekerasan dijadikan lelucon, secara tidak langsung itu mengajarkan pada anak bahwa penderitaan orang lain adalah sesuatu yang bisa diabaikan, ditertawakan, atau dijadikan hiburan.
Ini merupakan bentuk nyata dari nirempati, sebuah kondisi di mana seseorang kehilangan kemampuan untuk merasakan atau memahami emosi dan kesedihan orang lain. Dalam jangka panjang, ini bisa membentuk kepribadian yang dingin, egois, dan tidak memiliki rasa tanggung jawab sosial.
Anak yang terbiasa melihat kekerasan sebagai lelucon juga berisiko besar menjadi pelaku kekerasan di masa depan. Ketika empati tumpul, mereka tidak akan merasa bersalah atau ragu untuk melakukan tindakan yang menyakiti orang lain, karena dalam benak mereka, kekerasan hanyalah bagian dari permainan atau bahkan "sesuatu yang lucu".
4. Potensi Adanya Konten Pornografi
Roblox juga memiliki fitur obrolan yang dikhawatirkan bisa menjadi sarana para predator online beraksi.
Sehingga, sangat berbahaya jika pelaku berkeliaran dan menyasar anak-anak yang bermain Roblox
5. Bully
Anak-anak yang tidak bermain Roblox bisa merasa terisolasi dari teman-temannya.
Kondisi ini, akan membuat anak-anak tersebut merasa diasingkan hingga terjadi tekanan sosial dalam dirinya.
Dilansir dari Kompas.com, menurut psikolog Amanda Pascarini, bentuk-bentuk cyberbullying di Roblox meliputi:
Candaan menyakitkan yang tampak ringan tapi berdampak psikologis.
Pengabaian sosial, seperti sengaja tidak mengajak bermain atau mengeluarkan dari grup.
Sindiran halus dan tekanan verbal, yang sering kali tidak terdeteksi oleh sistem moderasi.
Pentingnya Peran Orang Tua
Penulis menilai bahwa untuk mencegah dampak (baik saat ini maupun jangka panjang) dari permainan Roblox yang mengandung kekerasan, kamu harus memegang peran aktif dan tidak membiarkan anak menjelajah dunia game sendirian.
Edukasi digital harus dimulai sejak dini, termasuk pengenalan nilai-nilai moral seperti empati, tanggung jawab, dan kesadaran terhadap dampak dari setiap tindakan. Bukan itu saja, jangan pernah menganggap remeh ketika anak mulai menjadikan kekerasan sebagai hiburan atau bahan lelucon, karena itu bisa menjadi tanda awal dari gangguan serius dalam perkembangan emosional dan sosialnya.
Sebagai orang dewasa, kamu memiliki tanggung jawab untuk menciptakan ekosistem digital yang sehat bagi anak-anak, bukan dengan melarang mereka bermain game, tetapi dengan mendampingi, mengarahkan, dan memberikan pemahaman yang tepat tentang batasan etika serta nilai kemanusiaan. (*)
(Parapuan)(TribunnewsSultra.com/Desi Triana)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.