Berita Sulawesi Tenggara
"Bangsawan yang Paling Dimuliakan" Arti Gelar Adat Pj Gubernur Sulawesi Tenggara di Buton Tengah
Pj Gubernur Sulawesi Tenggara, Andap Budhi Revianto, dianugerahi gelar adat “Kolakino Liwu Pancana” dari Lembaga Adat Buton Tengah.
Penulis: Amelda Devi Indriyani | Editor: Aqsa
TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Pj Gubernur Sulawesi Tenggara, Andap Budhi Revianto, dianugerahi gelar adat “Kolakino Liwu Pancana” dari Lembaga Adat Buton Tengah.
Makna atau arti gelar kepada Pj Gubernur Sultra tersebut yakni bangsawan yang paling dimuliakan di Negeri Pancana.
Pemberian gelar dari lembaga adat tersebut berlangsung di Kantor Lama Bupati Buteng, Provinsi Sultra, pada Jumat (19/04/2024).
Ditandai dengan pemasangan kampurui oleh La Gu selaku Parabela Sara Bombona Wulu Buton Tengah.
Pemasangan keris oleh La Andi selaku Parabela Sara Wasilomata Buteng dan penyerahan tongkat oleh La Musa selaku Parabela Sara Lakudo.
Acara adat tersebut dihadiri Pj Bupati Buton Tengah Andi Muhammad Yusuf dan Ketua DPRD Bobi Ertanto.
Sekda Kostantinus Bukide, Dandim Letkol Inf Ketut Janji, ketua pengadilan, kepala OPD, camat dan lurah se-Kabupaten Buteng.
Baca juga: Momen Halal Bihalal Pemprov Sultra Usai Apel Pagi Pasca Cuti Lebaran, Ini Pesan Pj Gubernur Andap
“Tidak pernah terbayangkan, pada hari ini saya kembali ke Lakudo untuk menerima anugerah gelar adat dari Ketua Lembaga Adat dan anggota Perangkat Lembaga Adat Kabupaten Buton Tengah atas keadilan restoratif yang saya inisiasi tujuh tahun lalu,” katanya.
“Jujur saya sampaikan, saya pertimbangkan berulangkali apakah saya pantas mendapat Gelar Adat ‘Kolakino Liwu Pancana’,” jelasnya menambahkan.
“Rasanya masih jauh dari optimal pengabdian yang saya lakukan di Bumi Anoa Sulawesi Tenggara tercinta, apalagi dalam kapasitas saya selaku Pj Gubernur Sultra,” lanjutnya.
Andap mengatakan dirinya akhirnya memutuskan menerima penghargaan gelar adat tersebut karena penganugerahan gelar tersebut menjadi momen berharga untuk menyampaikan gagasan dalam orasi budaya.
Orasi budaya yang disampaikannya dalam acara tersebut berjudul “Hukum Progresif Lahirkan Data Budaya Pancana untuk Kesejahteraan Sosial”.
“Gagasan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjuangan pengabdian saya untuk Bumi Anoa Provinsi Sulawesi Tenggara tercinta,” ujarnya.
Disebutkan, Undang-Undang Martabat Kesultanan Buton menyatakan bahwa seseorang yang diangkat menjadi bangsawan negeri karena keberaniannya, kealimannya, kerelaannya, mengorbankan harta benda, dan keterampilannya.
Seseorang karena kelebihannya digunakan atau diabdikan untuk kepentingan membangun dan memajukan kemaslahatan negerinya.
Salah satu pertimbangan pemberian gelar kepada Pj Gubernur Sultra Andap Budhi Revianto adalah pencapaiannya dalam menyelesaikan konflik di Buton Tengah pada saat dirinya menjabat Kapolda Sultra.
Tanggal 7 Februari 2017 silam, Andap menerapkan prinsip keadilan restoratif (Restorative Justice) dalam menyelesaikan konflik antar pendukung dalam kontestasi politik.
Keadilan restoratif yang diinisiasinya menggunakan metode memediasi bertempat di Kantor Dinas Kesehatan, Kecamatan Lakudo.
Mediasi tersebut berjalan dengan baik sehingga konflik pun tidak berkelanjutan dan meluas.
Orasi Budaya Andap
Pj Gubernur Sulawesi Tenggara Andap Budhi Revianto menyampaikan orasi budaya dengan judul "Hukum Progresif Lahirkan Data Budaya Pancana untuk Kesejahteraan Sosial”.
Baca juga: Arahan Pj Gubernur Andap ke ASN Pemprov Sultra di Cuti Lebaran 2024: Jangan Buat Kasus Viral Negatif
Selain sebagai Pj Gubernur Sultra, Andap saat ini masih menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia atau Sekjen Kemenkumham RI.
Dalam orasi budayanya, dia mengingatkan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum.
“Seluruh kebijakan yang dijalankan Pemerintah Pusat dan Daerah harus berpijak dan berpayung hukum,” kata Andap.
“Oleh sebab itu, hukum sesungguhnya bukan hanya seperangkat aturan dan penegakan yang terbatas pada penanganan kasus pidana dan perdata warga negara.”
“Bahkan kebijakan pembangunan di segala bidang, dari mulai riset, perencanaan, pengganggaran, pelaksanaan, maupun monitoring dan evaluasinya pun harus memiliki dasar hukum,” lanjutnya.
Perspektif hukum progresif yang ditawarkan Andap, setidaknya meliputi tiga postulat.
Pertama, hukum bukan sebatas rangkaian norma dan logika hukum yang termuat dalam pasal dan ayat, hukum harus bersifat dan berwatak progresif.

Kedua, hukum progresif merupakan hukum yang menitikberatkan pada berfungsinya hati nurani, terutama pada diri para pejabat publik dan penegak hukum.
Hati nurani di dalam cara pandang hukum progresif, bukan sesuatu yang utopis (mengawang-awang, tidak membumi).
Bagi Andap hati nurani harus bisa diimplementasikan melalui empati, kejujuran dan kebenaran.
Ketiga, dalam sistem ketatanegaraan suatu Negara Hukum, maka hati nurani hanya dapat dipraktekan dan berkekuatan hukum, apabila tercermin dalam muatan pasal dan ayat pada berbagai peraturan perundangan dari pusat hingga daerah.
“Dalam perspektif hukum yang saya dalami, bahkan perubahan sosial, termasuk kesejahteraan sosial pun tidak akan terwujud tanpa hukum progresif,” jelas Andap.
“Saya berpendapat dan meyakini bahwa hukum progresif adalah hukum yang sejiwa dan sejalan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” ujarnya menambahkan.
Tiga esensi hukum progresif bagi Andap, yaitu pertama merupakan aturan positif negara yang sejatinya harus mampu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah.
Baca juga: Pj Gubernur Andap, ASR hingga Pj Wali Kota Kendari Melayat di Rumah Sakit Tempat Sultan Buton Wafat
Memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Hukum yang memenuhi rasa keadilan publik.
Kedua, hukum progresif adalah hukum yang membuka ruang bagi aspirasi dan partisipasi rakyat (dalam hal ini publik) di dalam pembangunan di segala bidang kehidupan, guna tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Ketiga, implementasi hukum progresif membuka ruang bagi pemerintahan yang berjalan berdasarkan data yang akurat, aktual dan relevan.
“Data tersebut hanya bisa diproduksi jika ada norma hukum atau peraturan perundangan progresif, yang memerintahkannya,” katanya.
Andap menceritakan bahwa berdasarkan pertimbangan atas pemahaman hukum progresif sebagai Pj Gubernur Sultra dia berjuang keras untuk lahirnya kebijakan hukum progresif.
Melalui Peraturan Daerah Provinsi Sultra Nomor 3 Tahun 2024 tentang Sistem Pemerintahan Daerah Sulawesi Tenggara Berbasis Data Presisi.
Perda tersebut diluncurkan ke publik pada acara Musrenbang Sultra 2024 di Kota Kendari, pada 18 April 2024.
Baca juga: Pj Gubernur Sultra Andap Budhi Revianto Jadi Ketua KDEKS Sulawesi Tenggara, Ini Arahan Wapres RI
“Peraturan Daerah ini menjadi landasan penting bagi lahirnya kebijakan pembangunan di segala bidang yang berpedoman pada data dasar yang akurat, aktual dan relevan,” jelasnya.
“Dengan demikian, maka pembangunan pun menjadi lebih tepat sasaran, efektif, efisien dan transparan, serta mampu semakin meminimalisir penyimpangan anggaran negara,” lanjutnya.
Andap memaknai gelar adat dari Ketua Lembaga Adat dan Anggota Perangkat Lembaga Adat Kabupaten Buton Tengah yang diterimanya sebagai bertambahnya tanggung jawab yang disematkan di pundaknya.
“Insya Allah, gelar ini merupakan jalan kebudayaan, jalan perubahan sosial, jalan yang juga membutuhkan data yang mampu menggambarkan potensi dan kondisi riil budaya Sulawesi Tenggara khususnya di Kabupaten Buton Tengah,” ujarnya.
Andap berpendapat bahwa data budaya acapkali luput dari perhatian semua Instansi, padahal data budaya adalah aset serta potensi yang merupakan modal dan kekuatan ekonomi untuk mempercepat kesejahteraan rakyat.
Pj Gubernur Sultra ini mengambil contoh ekonomi Korea yang menguat melalui industri kebudayaan yang ditopang riset untuk reproduksi data budaya.
Menurutnya, dengan kekuatan potensi budaya Korea yang tergambarkan dalam data budayanya, dunia pun diguncang dengan tersebarnya budaya Korea secara global mulai tahun 1990-an, yang dikenal dengan Korean Wave.
“Hidup ini singkat, saya tidak ingin sia-siakan amanah dari Ketua Lembaga Adat Beserta Anggota Perangkat Lembaga Adat Kabupaten Buton Tengah,” kata Andap.
“Karena itu, saya berikan dukungan penuh kepada Pemkab Buton Tengah untuk segera menerbitkan aturan hukum, berupa Peraturan Bupati Tentang Sistem Pemerintahan Daerah Kabupaten Buton Tengah Berbasis Data Presisi,” jelasnya menambahkan.
Andap selaku Pj Gubernur Sultra telah menginstruksikan jajaran Pemprov Sultra memberikan dukungan kebijakan anggaran, pendampingan dan sumber daya lainnya kepada Kabupaten Buteng untuk segera menjalankan pendataan presisi di 67 desa/ 10 kelurahan.
Ia memerintahkan agar melibatkan perguruan tinggi dan masyarakat adat agar pendataan melahirkan data budaya berwujud (tangible) dan tak berwujud (intangible) “Bumi Pancana” pun akurat dan aktual.
“Data budaya bukan hanya untuk inventarisir aset budaya. Data budaya menjadi modal industri budaya yang berkarakter Indonesia,” ujarnya.
“Data budaya Pancana yang kita perjuangkan adalah data yang bersifat dinamis. Data tersebut menggambarkan potensi ekonomi yang jika dikelola dengan baik dan benar akan menjadi kekuatan ekonomi,” katanya menambahkan.
Di akhir orasi budaya, Andap menyitir falsafah Buton yaitu yinda-yindamo arataa somanamo karo yang bermakna harta rela dikorbankan demi keselamatan diri.
Yinda-Yindamo Karo Somanamo Lipu yang berarti diri rela dikorbankan demi keselamatan negeri serta Yinda-Yindamo Lipu Somanamo Sara yang berarti biarkan negeri hancur asal pemerintah/ adat selamat.
Selain itu, yinda-yindamo sara somanamo agama yang berarti biarkan pemerintah/ adat hancur asal agama tetap selamat.
Keempat falsafah tersebut merupakan implementasi dari Bhinci-Bhinciki Kuli yakni apabila mencubit diri sendiri terasa sakit, maka jangan lakukan hal serupa kepada orang lain.(*)
(TribunnewsSultra.com/Amelda Devi Indriani)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.