Film Bioskop

Sinopsis Film Women From Rote Island, Tentang Patriarki, Kekerasan Seksual dan Diskriminasi

Berikut ini sinopsis film Women From Rote Island. Karya seorang sutradara bernama Jeremias Nyangoen. Di mana mengangkat isu tentang kekerasan seksual.

YouTube Trailer Film Women From Rote Island
Berikut ini sinopsis film Women From Rote Island. Karya seorang sutradara bernama Jeremias Nyangoen. Di mana mengangkat isu tentang perempuan jadi korban kekerasan seksual. Terlebih menghadapi diskriminasi di kampung halamannya. 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM- Berikut ini sinopsis film Women From Rote Island.

Karya seorang sutradara bernama Jeremias Nyangoen.

Di mana mengangkat isu tentang perempuan jadi korban kekerasan seksual.

Terlebih menghadapi diskriminasi di kampung halamannya.

Lantas seperti apa beratnya menantang hidup dari isu tersebut?

Film ini, tentunya akan memberikan gambaran pilu tentang kisah seorang perempuan yang menghadapi kekerasan seksual.

Lalu mendapat diskriminasi pilu dari masyarakat setempat.

Baca juga: Sinopsis While You Were Sleeping, Film Korea Terbaru Dibintangi Choo Ja Hyun dan Lee Moo Saeng

Women From Rote Island adalah film layar lebar sarat akan kisah isu kekerasan seksual.

Film ini memanen nominasi dan piala penghargaan Piala Citra di Festival Film Indonesia (FFI) 2023 lalu.

Sejak tayang pada 22 Februari 2024, Women From Rote Island ramai jadi perbincangan.

Selain mengangkat isu sensitif, kisah ini membawa gambaran masyarakat dengan patriarki yang terjadi di dalamnya.

Selama ini, perempuan kerap menjadi objek dari kerasnya dunia.

Namun, pernah kah terpikir dalam ingatan akan beban yang berat dihadapi oleh seorang perempuan.

Belum lagi, menghadapi kenyataan pelik hidup yang bisa saja disematkan kepada tubuh dan jiwanya.

Lalu bagaimana kisah dari Women From Rote Island ?

Simak review selengkapnya dilansir dari Kompas.com:

Sinopsis

Cerita dimulai saat Orpa (Linda Adoe) yang baru ditinggal suaminya, Abraham, untuk selamanya.

Delapan hari berlalu, Orpa tak kunjung menguburkan Abraham meski desakan datang dari keluarga.

Satu-satunya alasan Orpa adalah menunggu putri pertamanya, Martha (Irma Rihi), pulang dari perantauan di Sabah, Malaysia.

Martha menjadi TKI ilegal yang akhirnya dipaksa untuk pulang dan menyaksikan pemakaman sang ayah.

Kepulangan Martha ternyata menyimpan segudang misteri.

Tatapannya kosong, tubuhnya pun penuh luka.

Martha mengalami trauma mendalam dari majikannya yang dipanggil Datuk selama di perantauan.

Belum kering air mata setelah ditinggal sang suami, Orpa dihadapkan pada masalah-masalah pelecehan seksual yang dialami oleh Martha dari lingkungan tempat tinggalnya.

Jeremias Nyangoen selaku sutradara sekaligus penulis menangkap permasalahan yang kerap terjadi di Rote, Nusa Tenggara Timur, dengan sangat baik.

Baca juga: Sinopsis Omniscient Reader, Film Korea Terbaru Ahn Hyo Seop, Lee Min Ho hingga Jisoo BLACKPINK

Patriarki Mendarah Daging

Masalah patriarki yang mengakar, pelecehan seksual, hingga TKI ilegal dipadukan dalam cerita sederhana yang mendalam.

Penggunaan long take dengan pergerakan pemain yang dinamis membawa penonton benar-benar masuk ke dalam cerita Women from Rote Island.

Perasaan penonton pun dibawa sangat jauh dengan gambar-gambar yang menyakitkan dan mengiris hati.

Melihat tokoh utama melalui tindak kekerasan seksual yang sebenarnya ada di sekitar kita begitu menyiksa.

Penulisan naskah dan visualisasi yang apik semakin disempurnakan oleh para pemainnya.

Meskipun 98 persen pemainnya belum pernah main film, Women from Rote Island tetap solid secara akting.

Review

Linda Adoe dan Irma Rihi tampil memukau dengan kemampuannya masing-masing.

Irma bahkan sangat mencuri perhatian lewat tatapannya kosong yang dihantui oleh rasa trauma mendalam.

Tanpa adanya bintang besar di jajaran pemain, penonton justru menjadi fokus untuk masuk dan mengikuti kisah pilu dari Indonesia Timur ini.

Pengalaman menonton film Women from Rote Island terasa getir dan membuat hati sesak.

Film ini memang pantas untuk mendapatkan Piala Citra sebagai Film Terbaik.

Pesan besar tentang setop kekerasan seksual yang diusung seharusnya bisa sampai ke penonton yang menyaksikannya.

Biarlah pengalaman pahit itu berhenti di Martha dan keluarganya.

Jangan sampai ada Martha-Martha lain yang harus merasakan besarnya rasa trauma dari kekerasan seksual baik terhadap perempuan atau laki-laki.

(*)

(Tribunflores.com)(TribunnewsSultra.com/Desi Triana)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved