Berita Sulawesi Tenggara

Komnas HAM Beberkan 3 Masalah Krusial di Konawe Kepulauan, Soal Tambang hingga Konflik Sosial

Komnas HAM membeberkan tiga masalah krusial yang terjadi di Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Penulis: Fadli Aksar | Editor: Sitti Nurmalasari
TribunnewsSultra.com/ Fadli Aksar
Kepala Biro Dukungan Penegakan HAM Komnas HAM, Gatot Ristanto 

"Apa yang disampaikan Asisten I, menjadi penyampaian Gubernur," tegasnya.

Kata dia, Ali Mazi tidak memenuhi panggilan Komnas HAM karena sedang mengikuti rapat virtual dengan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan soal hasil sero survei dan percepatan vaksinasi bagi lansia.

"Gubernur Sultra di Rujab, ada acara yang sama pentingnya, jadi kita bagi tugas," tandasnya.

Bupati Konkep Absen

Sebelum meminta keterangan Gubernur Sultra Ali Mazi, Komnas HAM lebih dulu menemui Bupati Konkep, Amrullah.

Hanya saja, saat didatangi Komnas HAM di Kantor Bupati Konawe Kepulauan, Amrullah sedang tak berada di kantornya.

Sedianya, Amrullah hendak dimintai keterangan Komnas HAM soal aktivitas penolakan tambang di Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konkep.

Agenda tersebut berdasarkan surat resmi permintaan keterangan bernomor: 085/SP-PMT/III/2022 pada 14 Maret 2021, diteken Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan, M Choirul Anam.

Dalam surat itu, Komnas HAM meminta Bupati Konkep Amrullah untuk menghadiri permintaan keterangan di Kantor Bupati Konkep, pada Kamis (17/3/2022).

Karena Amrullah tak berkantor, Komnas HAM akhirnya hanya memeriksa Wakil Bupati Konkep, Andi Muhammad Lutfi.

Proses pemeriksaan terhadap Wakil Bupati Konkep berlangsung secara tertutup selama dua jam, mulai pukul 10.00 Wita.

Kepala Biro Dukungan Penegakkan HAM Komnas HAM, Gatot Ristanto membeberkan ihwal pemeriksaan.

Gatot berdalih kedatangannya ke Pulau Wawonii tentang konflik lahan warga, bukan soal aktivitas pertambangan.

"Karena soal tambang kita sudah datang 2019 lalu, kami sudah menyampaikan apa yang dilakukan pemerintah daerah (Konkep)," kata Gatot usai pemeriksaan.

Ia menerangkan, dalam konflik lahan itu terdapat perselisihan soal batas-batas wilayah, sehingga Komnas HAM perlu perlu mengklarifikasi tentang kepemilikan tanah.

"Sementara memang sudah ada masyarakat yang melepas haknya kepada perusahaan untuk fasilitas, bukan untuk tambang ya, sehingga itu yang menjadi polemik," urainya.

Gatot mengatakan, Komnas HAM telah menyampaikan polemik itu kepada Pemda yakni Wabup Konkep, Andi Muhammad Lutfi untuk menyelesaikan sengketa tersebut.

Menurut dia, bukan hanya masalah tanah, melainkan juga hal lain yang menyangkut sosial masyarakat di Konkep.

Sementara itu, Bupati Konkep, Amrullah tak merespons WhatsApp Messenger dan telepon jurnalis TribunnewsSultra.com.

Hal yang sama juga terjadi pada Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Konawe Kepualuan (Konkep), Jamhur.

Disambut Unjuk Rasa

Kedatangan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM di Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) disambut unjuk rasa.

Unjuk rasa dilakukan puluhan emak-emak sambil membawa poster bernada protes dan penolakan aktivitas tambang PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP).

Aksi unjuk rasa itu dilakukan di Desa Roko-roko, Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konkep, Provinsi Sultra, pada Rabu (16/3/2022).

Dalam video yang diterima TribunnewsSultra.com, tampak emak-emak berbaris sambil memegang poster bernada kecaman.

Salah satunya, meminta PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP) angkat kaki dari Pulau Wawonii, Konawe Kepualuan, Sulawesi Tenggara.

Hal itu disampaikan saat empat orang perwakilan Komnas HAM datang ke Desa Roko-roko untuk mengusut dugaan pelanggaran HAM di sana.

Salah seorang warga berinisial S, mengatakan, para emak-emak juga meminta kepada Komnas HAM untuk memberikan rekomendasi terkait aktivitas tambang di Konkep.

"Harapan terbesar warga Pulau Wawonii, IUP (Izin Usaha Pertambangan) itu dicabut, karena konflik horizontal semakin hari semakin terbuka," beber S saat dihubungi melalui telepon, Kamis (17/3/2022).

Menurut dia, konflik horizontal tersebut bahkan melibatkan antara sesama warga, bukan dengan perusahaan.

"Hal tersebut yang disampaikan ke Komnas HAM, bantu kami, kami sudah cukup (berjuang sendiri)," tandasnya. (*)

(TribunnewsSultra.com/Fadli Aksar)

Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved