Profil Artidjo Alkostar dan I Gede Ardika Penerima Bintang Mahaputra Adipradana dari Presiden Jokowi
Mendiang Artidjo Alkostar dan I Gede Ardika mendapatkan tanda kehormatan Bintang Mahaputra Adipradana dari Presiden Joko Widodo, Kamis (12/8/2021).
TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Mendiang Artidjo Alkostar dan I Gede Ardika mendapatkan tanda kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana dari Presiden Joko Widodo, Kamis (12/8/2021).
Artidjo yang pernah menjabat Hakim Agung dan Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung RI wafat pada 28 Februari 2021 lalu dalam usia 72 tahun.
I Gede Ardika yang meninggal dunia dalam usia 76 tahun pada 20 Februari 2021 adalah Menteri Kebudayaan dan Pariwisata ke-8 dengan masa jabatan 23 Agustus 2000-20 Oktober 2004.
Diketahui, Bintang Mahaputera Adipradana adalah tanda kehormatan Bintang Mahaputera kelas II kepada mereka yang secara luar biasa menjaga keutuhan, kelangsungan, dan kejayaan NKRI.
Bintang ini diberikan dalam bentuk selempang serta patra di dada kiri saku di bawah kancing baju, miniatur pada lidah baju, dan piagam sebagai tanda pemberian bintang ini.
Baca juga: Profil Hendra Setiawan, Ziarah ke Makam Markis Kido, Ucapkan Selamat Ulang Tahun kepada Sang Sahabat
Presiden Jokowi menganugerahi Bintang Mahaputera Adipradana kepada Artidjo Alkostar dan Gede Ardika di Istana Negara, Jakarta.
Sebanyak 355 tokoh dianugerahi tanda kehormatan Bintang Mahaputera, Bintang Budaya Parama Dharma, dan Bintang Jasa itu.
Lantas seperti apa sosok mendiang Artidjo Alkostar dan I Gede Ardika yang menerima tanda bintang kehormatan tertinggi tersebut?
Simak selengkapnya Profil dan sepak terjangnya dirangkum TribunnewsSultra.com dari berbagai sumber:
Artidjo Alkostar

Artidjo meninggal dunia di usia yang ke-72 tahun pada Minggu (28/2/2021) karena penyakit jantung dan paru-paru yang diidapnya.
Jenazah Artidjo dimakamkan di Kompleks Pemakaman UII, Kampus Terpadu Universitas Indonesia (UII), Jalan Kaliurang Km. 14,5 Sleman, Yogyakarta.
Seluruh tokoh nasional termasuk Presiden Jokowi menyampaikan rasa belasungkawa dan kehilangannya atas kepergian Artidjo.
Hingga akhir hayatnya, Artidjo adalah anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.
Sebelumnya, Artidjo Alkostar merupakan hakim agung pada tahun 2000 dan pensiun pada 22 Mei 2018.
Sepak terjang Artidjo saat menjadi hakim agung dikenal keras dan tegas terhadap para koruptor.
Di antara kasus besar yang ditangani pria kelahiran 22 Mei 1948 tersebut, yakni pernah memperberat hukuman Anas Urbaningrum dalam korupsi wisma atlet dari 7 tahun menjadi 14 tahun.
Kemudian, Angelina Sondakh dari 4 tahun menjadi 12 tahun.
Pada kasus korupsi Kementerian Pendidikan Nasional serta Kementerian Pemuda dan Olahraga yang menjerat Angelina Sondakh, dilakukan adanya pemberatan hukum.
Angelina Sondakh divonis 12 tahun penjara dan hukuman denda Rp 500 juta dari vonis sebelumnya 4 tahun 6 bulan.
Selain itu, majelis kasasi juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 12,58 miliar dan 2,35 juta dollar AS (sekitar Rp 27,4 miliar).
Putusan diberikan oleh Artidjo Alkostar saat masih menjadi Ketua Kamar Pidana MA, dengan hakim anggota MS Lumme dan Mohammad Askin, Rabu (20/11/2013).
Artidjo juga dikenal tegas saat menangani kasus korupsi Anas Urnaningrum sehingga hukumannya diperberat dari yang sebelumnya tujuh tahun menjadi 14 tahun.
Majelis hakim yang memutus kasus tersebut, terdiri dari Artidjo Alkostar, Krisna Harahap, dan MS Lumme.
MA mengabulkan pula permohonan jaksa penuntut umum dari KPK yang meminta agar Anas dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam menduduki jabatan publik.
Seperti diketahui, Artidjo merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
Dia meraih gelar magister (LLM) di Universitas Northwestern Chicago, Amerika Serikat.
Menko Polhukam, Mahfud MD, menyebut Artidjo Alkostar dikenal sebagai sosok hakim agung yang tak ragu menjatuhkan hukuman berat bagi para koruptor.
Selain itu, anggota Dewan Pengawas KPK itu juga dikenal sebagai pengacara yang baik.
I Gede Ardika

Mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) era Presiden Megawati Soekarnoputri tersebut berpulang pada Sabtu 20 Februari 2021.
Dikutip dari kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id dilansir TribunBali.com, I Gede Ardika adalah Menbudpar pada Kabinet Gotong Royong.
Dia menjabat pada 23 Agustus 2000 saat terjadi perombakan atau reshuffle susunan anggota Kabinet Persatuan Nasional.
Ardika lulusan tahun 1977 dari STIA LAN, Bandung dan merupakan pejabat karir pada Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.
Mengawali pendidikan dasarnya di Sekolah Rakyat (SR), desa Sudaji selama tiga tahun hingga kelas tiga SR.
Kemudian ia meneruskan kembali pendidikannya di Sekolah Dasar Negeri 2 Singaraja hingga tamat.
Lalu melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Singaraja dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Singaraja.
Setelah lulus SMA, Ardika meneruskan sekolahnya di Fakultas Seni Rupa ITB, Bandung.
Kemudian, ia putuskan untuk mundur dari ITB karena masalah biaya.
Selanjutnya ia mendaftarkan diri pada Akademi Perhotelan di Bandung dan berhasil menyelesaikan perkuliahan di akademi tersebut pada tahun 1967.
Lalu Ardika mendapat beasiswa dari pemerintah untuk menempuh pendidikan Manajemen Perbotelan, Institut International Glion, Swiss, tahun 1969 dan selama tiga tahun ia belajar di Swiss.
Tahun 1972 Ardika kembali ke Indonesia, ia ditugaskan untuk bekerjasama dengan beberapa tenaga ahli dari Swiss di Akademi Perhotelan Nasional (APN) Bandung sebagai Kepala Seksi Pengajaran sekaligus dosen dalam mata kuliah "House Keeping".
Pada tahun 1976 ia menjabat sebagai Pejabat Sementara Direktur National Institute Bandung hingga tahun 1978. Kemudian dipindahtugaskan untuk menjabat Direktur Pusat Pendidikan Perhotelan dan Pariwisata di Nusa Dua, Bali.
Tahun 1985 Ardika berpindah tugas sebagai Pelaksana Tugas Kepala Sub Direktorat Perhotelan dan Penginapan Ditjen Pariwisata di Jakarta.
Kemudian diangkat menjadi Kepala Bagian Perencanaan Ditjen Pariwisata pada tahun 1988 sampai 1991.
Lalu mendapatkan tugas baru kembali ke Bali menjabat Kakanwil Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi (Parpostel) Propinsi Bali.
Tahun 1993 Ardika kembali ke Jakarta, ia diangkat sebagai Kepala Pusdiklat Departemen Parpostel.
Selanjutnya tahun 1996 menjabat sebagai Sekretaris Ditjen Pariwisata masih dalam lingkungan Departemen Parpostel.
Setelah itu, tahun 1998 ia diangkat menjadi Direktur Jendral Pariwisata, Departemen Pariwisata Seni dan Budaya.
Tahun 2000 ia diangkat menjadi Menteri Negara Kebudayaan dan Pariwisata Kabinet Persatuan Nasional.
Kemudian ia terpilih kembali menjadi menteri Kebudayaan dan Pariwisata dalam Kabinet Gotong Royong.(*)
(TribunnewsSultra.com/ Sitti Nurmalasari)